Martin Seligman seorang Profesor Psikologi Keluarga Zellerbach di Departemen Psikologi Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat pernah berkata seperti ini, “Kurangnya kebahagiaan membuat individu terlihat murung dan seperti mengucilkan diri dari lingkungan sekitar.” Kemudian ia melanjutkan, “Ketika murung, individu menjadi gampang curiga, suka menyendiri, dan defensif, berfokus pada kebutuhan diri sendiri, padahal mementingkan diri sendiri lebih merupakan karakteristik kesedihan daripada kebahagiaan.”
Untuk mengatasi hal itu, Martin Seligman menjelaskan bahwa diantara bahaya ketidak bahagiaan adalah seseorang akan merasa tidak tenang dalam menjalani kehidupan sehingga merasa tak berharga, merasa tak mampu melakukan apapun, baik bagi sendiri apalgi untuk orang lain. Perasaan seperti ini tentu saja bisa menghampiri siapapun, bahakan kepada seseorang yang terlihat selalu ceria.
Meskipun demikian, pada dasarnya setiap manusia memiliki tujuan yang sama dalam menjalani hidup ini. Tujuan hidup tersebut adalah untuk memperoleh kebahagiaan. Di balik perilaku manusia yang berbeda-beda antara manusia satu dengan yang lainnya, bukankah tujuan dari itu semua adalah demi mencapai kebahagiaan?
Agaknya, dengan latar belakang seperti itulah buku best seller Timur Tengah yang telah diterjemahkan ke dalam 20 Bahasa berjudul Liannaka Allah karya Ali bin Jabir al-Faifi ini ditulis. Ia berkeyakinan bahwa kebergantungan hati kepada Allah, pengetahuan tentang-Nya, perasaan selalu diawasi oleh-Nya, perasaan cinta kepada-Nya, perasaan takut kepada-Nya, dan pengharapan kepada-Nya, selain merupakan kunci kebahagiaan di akhirat, juga merupakan kunci kebahagiaan di dunia.
Untuk menelusuri kebenaran argumen yang dibangun oleh pengajar di Departmen Syariah dan Bahasa Arab di Sekolah Tinggi Program Bersama “Kulliyah al-Barnamij al-Musytarakah” di Muhalah, Arab Saudi ini, dalam al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 22 tercatat jelas bahwa“orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram”.
Setidaknya ada persamaan antara argumen yang dibangun oleh Ali bin Jabir dengan Ayat al-Qur’an di atas, kesamaan itu adalah “Kunci kebahagiaan yang sejati adalah dengan mengingat Allah.”
Masih dalam kajian tentang kebahagiaan, Dadang Hawari seorang psikiater terkenal di Indonesia pernah melakukan penelitian dan menghasilkan kesimpulan bahwa“ditinjau dari sudut pandang kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur psikoteraupetik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi dan psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang dapat memunculkan Rasa percaya diri dan optimisme.”
Hal ini diperkuat oleh Robert Frager, seorang psikolog sosial Amerika, pendiri Institute of Transpersonal Psychology, sekarang disebut Universitas Sofia, di Palo Alto, California, “dzikir juga berfungsi sebagai pembersih atau pensuci kotoran-kotoran hati seperti marah, dendam atau bermusuhan, dan mampu menguatkan hati seseorang sehingga tidak mudah tegang, takut, dan juga gelisa.” Menurutnya Dengan demikian, efek psikologis dari banyak berdzikir akan mampu mengikis perasaan-perasaan negatif yang dimiliki oleh individu.
Dalam buku yang diterbitkan oleh Mukjizat Books ini, terdapat satu kutipan yang menghentak “Masa-masa kedukaan, kegundahan, dan kesusahan akan benar-benar berakhir jika seorang hamba selalu mengarahkan kompas perhatiannya kepada Dzat yang tidak menciptakannya melainkan untuk beribadah kepada-Nya.”
Buku yang memiliki ketebalan 310 halaman ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Roland Gunawan. Upaya penerjemahan ini patut diapresiasi, mengingat pada tahun-tahun ini banyak orang mendadak menyukai film humor, hal ini terbukti dari penjualan tiket film di bioskop terbanyak pada ahir tahun 2018 adalah film-film yang bergenre humor dan ringan.Apakah ini pertanda bahwa masyarakat kita butuh hiburan karena mengalami stres dan kegundahan hatinya? Wallahu a’lam.
Buku ini, sangat cocok untuk para calon anggota eksekutif maupun legislatif yang sedang mempersiapkan diri di medan laga perpolitikan Indonesia.Sebab harapan terkadang tak selalui sesuai dengan kenyataan. Seseorang harus selalu siap kalah di medan pertempuran apapun, termasuk dalam pertempuran besar melawan harapan-harapannya sendiri, apabila harapan itu tak sampai, hati akan menjadi sangat rapuh dan gunda.
Selain itu buku ini sangat pas pula dimiliki oleh mereka yang sedang konsen melakukan penyembuhan bathin, dari berbagai kalangan terutama bagi mereka yang sedang sakit fisik, buku ini dapat dibaca sambil berbaring di ranjangnya, dapat dibaca oleh orang yang putus cinta sambil mengenang masa indah ketika bersama kekasihnya, dapat dibaca oleh orang yang sedih disertai cucuran air matanya, dapat dibaca oleh orang yang miskin sembari menikmati kesusahannya.
Penulis buku ini berusaha keras menjadikan buku ini mudah dipahami oleh siapa saja, bahkan oleh seseorang yang benar-benar terpuruk dan tak mempunyai selera lagi membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Hal itu ia jelaskan sendiri dalam pengantarnya, “dengan kalimat-kalimat di buku ini, saya ingin menepuk pundak orang-orang yang dirundung kesusahan, dan mengurangi rasa sakit yang mendera kepalanya. Dengan huruf-huruf di dalam buku ini, saya ingin menghapus air mata dan memadamkan kobaran duka.”
Tersayat luka apakah hati dan pikiran manusia jika tak lagi merasakan indahnya mencintai Allah? Padahal Allah adalah Asy-Syafiy, Maha Penyembuh, menyembuhkan kita dengan sebab, dia menyembuhkan kita sebab kita ini amat lemah. Bagaimanakah menenangkan dan mengosongkan hati dari selain Allah? Biarkanlah menjadi alasan mengapa Anda harus membaca buku ini.
Peresensi adalah Ali Adhim, penikmat dan penulis buku yang nyantri di Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Yogyakarta
Identitas Buku
Judul Buku: Liannaka Allah (Karena Engkau adalah Allah)
Penulis: Ali bin Jabir al-Faifi
Penerbit: Mukjizat Books
Cetakan: Pertama, November 2018
Tebal Buku: 310 halaman
ISBN: 978-602-5508-561