Pustaka

Dakwah Ulama Perempuan NU di Media Digital

Jumat, 11 Oktober 2024 | 16:00 WIB

Dakwah Ulama Perempuan NU di Media Digital

Panggung Ulama Perempuan NU di Media Digital karya Anifatul Jannah. (Foto: dok. istimewa/Rifatuz Zuhro)

Tidak banyak catatan tentang perjalanan dan peran ulama perempuan di lingkungan NU yang dibukukan. Meskipun peran Ulama Perempuan NU setiap massanya selalu memberikan sumbangsih mendalam untuk kemajuan keilmuan, pendidikan keagamaan, bahkan kebangsaan. Salah satunya yang perlu diapresiasi adalah sebuah buku karya perempuan muda NU yaitu Anifatul Jannah yang berjudul Panggung Ulama Perempuan NU di Media Digital.


Buku setebal 156 halaman ini apabila dilihat dari sampulnya saja sudah merepresentasikan buku ala-ala NU yang sering memakai warna hijau dominan. Dibumbui siluet sosok perempuan, membuat sampul buku ini sangat menarik dan milenial dengan perpaduan beragam ikon media sosial dan logo Nahdlatul Ulama sebagai background-nya.


Pada bab awal, mula-mula penulis buku lebih mengidentifikasi fenomena pendakwah seleb yang telah malang melintang di televisi nasional. Sebut saja dai kondang sekaliber Ustaz Muhammad Nur Maulana, Ustazah Dede Rosyidah Syarifudin atau yang lebih akrab disapa Mama Dedeh dan lainnya. Adanya perubahan masyarakat yang semula menimba ilmu agama secara langsung kepada kiai dan ustaz. Kini telah bergeser pada fenomena "shopping fatwa".


Perkembangan arus informasi yang begitu deras inilah yang membuat habit (kebiasaan) baru masyarakat untuk bergegas mencari informasi ke media digital guna memecahkan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Dibandingkan harus bertemu guru secara langsung yang lebih banyak menghabiskan waktu.


Industri media yang lebih lekat dengan laki-laki juga dinilai lebih memberikan ruang lebih terbuka kepada pendakwah laki-laki daripada pendakwah perempuan. Sedikitnya publikasi perihal peran ulama perempuan di Indonesia, hal ini menurut penulis buku telah berhasil diangkat kembali oleh beberapa organisasi perempuan seperti Rahima yang pernah menyelenggarakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang mendiskusikan tentang kepemimpinan perempuan dalam agama.


Dengan adanya media digital yang disebut penulis buku sebagai "panggung baru" ulama perempuan NU, semakin membuat panggung ulama perempuan memiliki peluang untuk melakukan upaya memunculkan diri di publik dengan lebih masif dan independen.


Pada halaman 25, penulis buku menjelaskan terdapat empat poin penting yang mendorong lahirnya ulama perempuan NU. Pertama, Berkembangnya Pendidikan Pesantren. Kedua, Adanya Universitas Islam. Ketiga, Gerakan Organisasi Perempuan NU. Keempat, Adanya Pelatihan Kader Ulama Perempuan.


Di sini penulis buku menegaskan bahwa bukan hanya pendidikan yang memberikan pengaruh berkembangnya seorang insan, namun organisasi juga memberikan ruang kepada perempuan. Seperti halnya organisasi perempuan NU, sebut saja Muslimat, Fatayat, dan IPPNU sebagai pengembangan diri perempuan NU.

 

Beruntungnya, sedikit demi sedikit jejak ulama perempuan NU telah mulai ditulis. Karena kiprah dan dampak perjuangan ulama perempuan NU patut diapresiasi. Selain itu juga untuk menumbuhkan motivasi kepada perempuan muda NU untuk terus berkiprah dan berkarya di tengah-tengah masyarakat.

 

Saat ini dapat kita temui tulisan tentang perempuan NU di media seperti Majalah Aula, situs berita NU Online, website ramah perempuan seperti Rahima dan Mubadalah, dan lain-lain.


Dalam buku ini, penulis buku juga menyoroti banyak tokoh ulama perempuan NU dari massa ke massa seperti kiprah Nyai Khoiriyah Hasyim, Nyai Hj Nafisah Salah Mahfudh, Nyai Hj Masriyah Amva, Nyai Khotimatul Husna, Nyai Hj Hindun Anisah, Nur Rofi'ah, Nyai Ucik Hidayati, dan Ning Dhomirotul Firdaus.


Lalu pada halaman 57 pada bab "Media dan Keulamaan Perempuan NU" penulis lebih memaparkan bagaimana peran media digital membentuk otoritas keagamaan Ulama Perempuan NU secara independen. Seperti hadirnya "Silatnas Bu Nyai Nusantara" yang diadakan oleh RMI Jawa Timur pada tahun 2019 yang lalu semakin memantik gerakan ulama perempuan NU itu sendiri.


Pada bab selanjutnya, buku ini juga membahas tentang munculnya fenomena "Nyai Selebriti" yang menjadi idola baru kaula muda NU untuk dijadikan panutan. Sebut saja Bu Nyai Ucik yang mengisi program "Apa Kata Bunyai" di TV9. Lalu ada Ning Firda Lirboyo yang memiliki 78 ribu followers di Instagram pribadinya.


Ning Firda juga sering melakukan interaksi dengan pengikut media sosialnya untuk membahas permasalahan seputar fiqih perempuan. Ada Ning Sheila Hasina dengan 652 ribu followersnya juga sering menggunakan insta story Instagramnya untuk tanya jawab terkait hukum fiqih. Salah satu yang ia gunakan adalah Kitab ar-Roudhotu at-Tholibin juz 2 untuk menjawab tentang membayar fidyah dan qadha.


Ada pula, Ustazah Silviana Zahra yang menjawab pertanyaan Bahtsul Masail melalui laman YouTube NU Channel dan 164 Channel yang juga mengambil referensi kitab klasik untuk menjawab persoalan di masyarakat. Serta ulama perempuan dan ustazah lainnya yang dibahas di buku ini yang mengisi dakwah di media digital.


Pada bagian akhir buku ini mengungkap berbagai problematika muslimah masa kini yang erat dengan belenggu ketimpangan gender dan budaya patriarki. Meski belenggu itu semakin lama semakin terurai, namun tidak menjadikan perempuan NU menjadi lengah.


Strategi dakwah yang mengikuti perkembangan zaman menjadikan dakwah lebih mudah dicerna dan diterima generasi masa kini. Penggunaan media digital sebagai panggung baru untuk berdakwah sangatlah tepat untuk meneruskan tradisi keagamaan seperti ngaji kitab kuning online, kajian online yang memudahkan untuk menggaet pasar generasi Z dan generasi post Z ke depannya.


Peresensi: Rifatuz Zuhro, penulis, tinggal di Jombang


Identitas Buku

Judul: Panggung Baru Ulama Perempuan NU di Media Digital
Penulis: Anifatul Jannah 
Penerbit: PT Dawuh Guru Indonesia 
Cetakan Pertama, Oktober 2023
ISBN: 978-623-09-6046-8
Tebal: xviii + 156 hlm