Masyarakat sudah mafhum bahwa yang melekat pada diri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ialah joke-joke cerdasnya. Bukan hanya menggelitik, tetapi juga satir dan penuh kritik. Perkumpulan masyarakat yang sering menjadi objek humor oleh Gus Dur adalah orang-orang Madura. Karakter khas orang Madura bagi Gus Dur mengajarkan, realitas sosial masyarakat harus dimengerti bahkan dipahami untuk menyelesaikan problem sosial itu sendiri.
Gus Dur bagi orang-orang Madura adalah sosok yang tidak tergantikan dalam hal memahami, mengayomi, memberikan pengertian mendalam bagi karakter dan kultur masyarakat Madura ke dunia luar. Sebab itu, ketika Gus Dur hendak dilengserkan dari kursi Presiden RI, masyarakat yang menyatakan berani mati ialah orang-orang Madura. Bahkan, mereka ‘mengultimatum’ ingin memisahkan diri dari Indonesia.
Mengetahui hal itu, Gus Dur sendiri yang langsung memberikan pemahaman kepada orang-orang Madura agar tetap tenang menyikapi situasi tersebut. Setelah mereka berhasil menenangkan diri, Gus Dur masuk pada persoalan pembentukan negara baru. Gus Dur memberikan uraian kepada orang-orang Madura bahwa ongkos pembentukan negara baru sangat mahal. Apalagi orang-orang Madura bakal bersusah payah harus membuat paspor untuk bepergian.
Penjelasan sederhana dari Gus Dur tersebut langsung bisa diterima oleh orang-orang Madura sehingga mereka mengurungkan niat kuatnya ingin memisahkan diri dari Indonesia. Inayah Wahid (putri Gus Dur) menjelaskan bahwa ke-ngeyelan-an dan kepolosan orang-orang Madura dan jawaban-jawaban nyeleneh mereka adalah karakter kuat masyarakat Madura dan muncul dari bentuk ketulusan dan kejujuran masyarakat Madura.
Hal itu dijelaskan oleh Inayah Wahid dalam kata sambutannya di buku anggitan Sujiwo Tejo berjudul Kelakar Madura buat Gus Dur. Buku ini berisi cerita-cerita pendek (tetapi bukan cerpen) yang mengisahkan kehidupan sosial masyarakat Madura yang dilekatkan dengan sosok Gus Dur. Ini menunjukkan, buku ini berupaya menggambarkan bahwa kelakar, Gus Dur, dan orang Madura merupakan satu kesatuan unsur membentuk kehidupan yang renyah dengan tawa.
Bahkan, salah satu ke-ngeyel-an orang Madura sudah terbentuk dari sejak dini atau anak-anak. Hal ini diceritakan sendiri oleh Sujiwo Tejo. Pria asal Jember berdarah Madura itu menceritakan ada seorang anak kecil bernama Tolak yang memainkan celurit dari kembang turi. Anak kecil Tolak memahaminya kembang turi itulah celurit.
Awalnya ketika ia diajak ibunya makan pecel Ponorogo. Tolak tacengak atau tercengang melihat kembang turi sebagai salah satu sayurnya. (Halaman 25)
“Itu celurit ya, Mak?”
“Kembang Turi.”
“Celurit.”
“Kembang Turi, Cong.”
“Celurit, Mak.”
“Ya sudah, celurit. Sana untuk main. Jangan Dimakan.”
Karakter khas orang Madura yang ada pada diri Tolak terus bersemayam hingga dia sudah beranjak dewasa. Tolak dewasa diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi seorang anggota Dewan dan bercita-cita menjadi Presiden.
Sujiwo Tejo bercerita, saat itu diadakanlah rapat besar menjelang kedatangan Presiden Gus Dur. Semua politisi membicarakan cara paling ampuh menasihati Gus Dur sebab Gus Dur dikenal sebagai manusia keras kepala.
“Gimana caranya?”
“Gampang, kasih saya waktu tiga bulan?”
“Caranya?”
“Gampang. Sor mejo keh uuuulane jo gelo wis caaarane. Masa sih Gus Dur nggak mau mendengar nasihat seorang Presiden?”
Identitas buku
Judul: Diplomasi untuk Palestina: Catatan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
Penulis: H Sujiwo Tejo
Penerbit: Imania
Cetakan: I, Januari 2018
Tebal: 200 halaman
ISBN: 978-602-8648-25-7
Peresensi: Fathoni Ahmad