Kehidupan yang penuh problematika membuat ketegangan pada jiwa, otak, dan otot manusia. Ketegangan yang terbentuk kerap mengubah sikap yang semula ceria dan penuh optimisme menjadi murung, mudah marah, hingga pesimis dalam menghadapi kehidupan.
Adalah humor, satu hal yang dapat menjadi obat penawar pahitnya kehidupan. Rangkaian kata-kata yang menciptakan derai dan gelak tawa mampu mengendurkan ketegangan jiwa dan raga. Jalan inilah yang dipilih oleh KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur dalam berceramah, berbincang, hingga berdiplomasi.
Baca Juga
Gus Dur dan Kelakar Madura
Humor-humor segar Gus Dur ini dihadirkan oleh Fathoni Ahmad dalam bukunya yang baru terbit berjudul Kitab Humor Sepanjang Masa. Pilihan judul buku ini cukup unik dan menarik mengingat buku humor biasanya disematkan pada tokoh atau wilayah tertentu, seperti Humor Gus Dur, Humor Nasruddin Hoja, atau Mati Ketawa Ala Rusia yang diberi kata pengantar oleh Gus Dur. Ada juga judul buku humor yang menggabungkan dua tema itu, seperti yang ditulis Sujiwo Tejo, Kelakar Madura buat Gus Dur.
Namun memang sebetulnya, pilihan judul ini tidak lepas dari kontennya yang mencakup berbagai tema yang dibagi dalam empat bab, yakni (1) humor Gus Dur, (2) humor kiai santri, (3) humor sehari-hari, dan (4) humor sufi.
Sayangnya, pada kover buku ditambahkan judul kecil, 99 Guyonan ala NU. Padahal, jika menilik konten secara keseluruhan, tidak semua humor yang disajikan berkaitan dengan NU, seperti pada bab yang ketiga. Bagi saya, judul kecil ini mempersempit ruang atau target pembaca.
Meskipun barangkali, penulis dan penerbit memang sengaja (hanya) mencari pasar dari kalangan Nahdliyin saja. Dengan tanpa judul kecil itu, buku humor ini bisa menemukan pasar pembaca yang lebih luas sekaligus menjadi wahana untuk mendakwahkan NU secara tidak langsung.
Lepas dari itu, humor memang kerap tercipta dari sebuah kesempitan dan kegelisahan yang muncul dalam benak pribadi akibat dari fakta kehidupan yang menimpanya. Mati Ketawa ala Rusia tidak lepas dari hiruk-pikuk perpolitikan negara itu akibat kediktatoran pemimpinnya, Stalin. Namun, fakta-fakta yang sebetulnya membuat resah masyarakat itu dipatahkan menjadi kelucuan yang melahirkan tawa pembacanya.
Humor bukanlah sesuatu yang tabu dalam dunia Islam. Pasalnya, Nabi Muhammad saw juga kerap melontarkan guyon. Dalam kitab Nihayatul Arab fi Funun al-Adab karya Syihabuddin Ahmad bin Abdul Wahhab An-Nuwayri, sebagaimana dikutip dalam Humor in Early Islam karya Franz Rosenthal, diceritakan Nabi Muhammad saw pernah menyampaikan kepada seorang perempuan tua, perempuan tua tidak akan diterima di surga.
Mendengar pernyataan Nabi, perempuan tua itu khawatir bukan kepalang tidak dapat masuk surga. Tak mau melihat perempuan tua itu cemas lama, Nabi langsung melanjutkan pernyataannya dengan mengutip Al-Qur’an Surat Al-Waqiah ayat 35-37, Allah swt akan menjadikan mereka semua kembali muda.
Penawar dan Pewarna
Humor menjadi refleksi yang mampu menawar dan mewarnai kehidupan. Kehidupan sudah penuh dengan beban problematika, mulai dari lingkup paling kecil di dalam diri, keluarga, hingga persoalan dunia. Humor hadir sebagai obat yang dapat menawar segala hal itu. Derai dan gelak tawa menjadi magnet yang dapat menarik masalah keluar.
Baca Juga
Humor Pesantren dan Gus Dur
Penawar juga dapat diartikan sebagai obat atas kekeliruan laku yang kemudian diolah menjadi humor satir. Bagi orang yang tersindir, mestinya humor itu menjadi pemicu kesadarannya untuk kembali ke jalan yang benar. Bukan malah sebaliknya, tersinggung dan mengambil langkah represif terhadap pembuat humor itu.
Humor juga hadir sebagai sesuatu yang mampu mewarnai kehidupan manusia, khususnya bagi mereka yang bisa dibilang biasa-biasa saja, tak ada prestasi, kekayaan pun tak dimiliki, hingga kemiskinan yang tak pernah henti dirutuki. Setidaknya, ada jeda untuk tidak menggerutu soal nasib miskin, ada saat dapat menyunggingkan senyum, dan masa merasa kaya, meski bukan harta, tapi jiwa.
Paling tidak, dua hal itu yang bisa dirasakan dengan menyimak dan membaca humor. Dan keduanya hadir dalam buku ini. Membaca ini dapat menjadi refleksi bagi kita untuk menawar dan mewarnai kehidupan.
Sebagai contoh, humor berjudul "Takut Istri ila Yaumil Akhir". Malaikat mengelompokkan suami istri dalam dua golongan, satu yang dipimpin suami dan satu lainnya dipimpin istri. Malaikat merasa kecewa karena hanya ada satu suami yang berdiri dalam barisan yang memimpin istri. Malaikat bangga atas seorang suami yang sendiri berdiri di barisan yang berbeda itu. Ketika ditanya mengenai alasannya, ternyata suami itu juga atas perintah istrinya.
Cerita di atas menjadi lucu karena bagian akhirnya tersebut, lepas dari dugaan malaikat. Jika melihat jenis humor yang diteorikan oleh Attardo (2001) dan Tsakona (2007) sebagaimana dikutip Villy Tsakona dalam Genres of Humor, dalam The Routledge Handbook of Humor (2011: 492), cerita ini tergolong pada teks humor yang memiliki satu patahan (punch line) di akhirnya sebagai puncak kisahnya.
Disangkanya, suami yang berdiri sendiri itu memang betul-betul memimpin istrinya. Ternyata, suami itu juga tidak berbeda dengan barisan di sebelahnya. Hal demikian ini yang meledakkan tawa pembaca. Dengan itu juga, kita sedikit bisa melepas problematika kehidupan yang ada.
Ala kulli hal, selamat membaca!
Peresensi Syakir NF, alumnus Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta
Identitas Buku
Judul: Kitab Humor Sepanjang Masa: 99 Guyonan ala NU
Penulis: Fathoni Ahmad
Tebal: xviii+178 halaman
Tahun: 2022
Penerbit: Anglori Books
ISBN: 978-623-99829-0-4