Penulis : M. Alwi Fuadi
Penerbit : LkiS, Yogyakarta
Cetakan : I 2009
Tebal : xx + 94 halaman
Peresensi : Fuad hasan*
Pernikahan merupakan salah satu wahana mencapai kesempurnaan menuju hidup di dunia sampai akhirat. Selain menjadi Sunnah Rasul, ada fungsi lain yang terkandung dalam pernikahan itu sendiri. Di antaranya adalah, mengangkat derajat wanita dalam berkeluarga, menjalin kekerabatan, hingga melestarikan keturunan. Tetapi kadangkala bayangan berkeluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah (langgeng penuh kasih sayang) tersebut, berubah kenyataan, yang terjadi adalah retaknya bangunan keluarga karena hal-hal intern maupun ekstern. Untuk membangun kembali bangunan Rumah Tangga tatkala terjerembab keretakan, M Alwi Fuadi (penulis), membingkai nasihat-nasihat Gus Miek dalam buku ini.<>
KH Khamim Djazuli, atau lebih populer dengan panggilan “Gus Miek” ini, memiliki kemampuan-kemampuan luar biasa (karomah) yang diaplikasikan untuk kemaslahatan umat. Wejangan-wejangan yang beliau berikan pada umat Islam yang mampu menyentuh hati, membuat mereka menjadi manusia yang memiliki rasah kasih-sayang, saling mengerti, saling menghormati antar sesamanya.
Pribadi Gus Miek yang tidak kenal lelah, terus menerus digunakan untuk membangkitkan kesadaran manusia, bahwa untuk menjadi seorang manusia sejati adalah menjadi manusia yang benar-benar berguna bagi orang lain. Dengan begitu, rasa tolong-menolong, gotong-royong akan terjadi dan menciptakan kesatuan supaya terhindar dari perpecahan, termasuk dalam membina keharmonisan berkeluarga. Dari rasa saling pengertian, musyawarah dan lain sebagainya, adalah sebagi kompas untuk menempuh hidup di jalan kebenaran, berangkat dari sini manusia akan menemukan kebahagiaan.
Jika dalam berkeluarga seseorang menemui benih-benih kehancuran, maka ingatlah pesan berkeluarga Gus Miek ini. “Awake dhewe kapan di tari rabi, bismillah siap, siap sanggup mamu meletakkan mental di atas masail, musykillat, problemat.” Yang terjemahannya: “Kapan pun kita ditawari untuk menikah, kita harus siap; siap untuk meletakkan mental di atas berbagai macam masalah, keruwetan-keruwetan, dan aneka problema.”
Dari uraian tersebut dapat kita tangkap tentang pesan berkeluarga Gus Miek, untuk membangun keutuhan keluarga dan membangun benteng agar terlindung dari berbgai macam godaan yang menghancurkan, perlu adanya ‘kesiapan’ maksimal yang harus di bangun dari wilayah dalam sendiri. Misalnya, dengan cara menguatkan mental. Bagaimana sebaiknya pasangan suami dan istri saling memahami satu dengan yang lainnya, saling memberikan loyalitas, komitmen dan lain sabagainya. Jika hubungan antara suami istri saling terjaga, maka secara langsung keharmonisan akan tercipta dengan sendirinya, dan rasa cinta akan berkembang subur dalam rumah tangga.
Dua Pesan
Nasihat terpenting dari Gus Miek yang dapat melanggengkan rumah tangga, adalah dengan membangun dua landasan keluarga. Dari ceramahnya di rumah Bapak Solehan, Desa Kedunglurah, Trenggalek beliau berkata :“Kita dituntut untuk menciptakan rumah tangga yang mantap yang dilandasi dua semangat, semangat hidup dan semangat ‘ubudiyyah.” (halaman: 29)
Pesan Gus Miek ini sangat sesuai dengan firman Allah yang berbunyi: Dan carilah pada apa yang di anugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) duniawi. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77). Ayat ini sebagai landasan pertama. Maksudnya adalah berorientasi pada semangat hidup, berumah tangga sakinah, menciptakan iklim yang menghidupkan di dalam rumah dengan semangat memberi kemanfaatan bagi sesamanya. Dan yang lebih penting, tidak membuat kerusakan sekecil apapun dalam rumah tangga, misalnya berbohong, berhianat, hingga hal-hal yang meyakiti hati orang lain.
Semangat hidup, menuntut kita untuk bersungguh-sungguh dalam thalab al-halal (menuntut pribadi untuk selalu berbuat kebaikan). Sebab, seperti yang disampaikan Gus Miek, kita tidak tahu apakah yang terjadi pada diri kita besok atau lusa; kita dalam keadaan senang atau susah. Ketika kita menyadari bahwa kita menempati maqam (kedudukan) kehambaan, yang terpenting bagi kita adalah al-kasb (usaha) dengan sungguh-sungguh (hal :31).
Pesan Keduanya adalah semangat ‘ubudiyyah (semangat beribadah kepada Allah). Semangat ini akan mampu melahirkan segala sifat dan tindakan yang menjurus pada kebaikan. Mengurus dan membangun keluarga akan lebih ringan jika itu dibarengi dengan niat ibadah kepada Allah. Berelasi dengan keluarga, mengurus rumah, bekerja, jika semua itu terbingkai dalam satu niat karea Allah maka semua itu tergolong sebagi ibadah atau ‘ubudiyyah.
Selengkapnya, buku ini berisi pesan-pesan atau nasihat-nasihat oleh Gus Miek yang menuju kepada kebahagiaan dalam berkeluarga. Bab pertama berhubungan dengan pernikahan, dan pengetahuan tentang perkawinan sebagai misi manusia. Bab ke dua masuk pada bab inti, yaitu nasehat-nasihat Gus Miek tentang keluarga sakinah, tentang cara mendidik anak agar menjadi anak sholeh, hingga membentuk kekompakan dalam mengarungi kehidupan berumah tangga. Penulis menuangkan penjelasan pada setiap pesan yang berbahasa Jawa, sehingga tidak ada kesan sulit dalam memahami pesan-pesannya Dengan membaca buku ini, semoga pembaca mampu meraih keuarga sakianah, mawaddah, warohmah seperti pesan Rasululah SAW.
*Fuad Hasan, Pecinta Buku, Bergiat pada Taman Baca Pesantren Al-Mukarromah, Pati