Selama ini, pemikiran Ibn ‘Arabi sering disalah tafsirkan dalam perdebatan tentang khazanah Islam klasik, khususnya di Indonesia. Hal ini, bukan tanpa sebab, tetapi karena minimnya informasi yang tepat dan akurat terhadap pemikiran Syaikh al-Akbar ini. Ibn ‘Arabi dikenal sebagai salah satu ulama terbesar dalam khazanah pengetahuan Islam, yang menulis ratusan karya dengan pemahaman mendalam atas sufisme dan filsafat.<>
Ibn ‘Arabi, bernama asli Muhammad Ali Ibn Muhammad ibn ‘Arabi al-Tha’i al-Hatimi. Ia lahir pada 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165, di Mursia, Spanyol bagian Tenggara. Pemikiran Ibn ‘Arabi yang luas dan mendalam dengan pendekatan filsafat dan serta sufisme, menjadikan pemikirannya sering disalahpahami. Perdebatan tentang pemikiran Ibn ‘Arabi seolah menjadi selubung untuk menutup cahaya-cahaya pemikiran dari Syaikh al-Akbar.
Dalam catatan Azam Bahtiar (2015), ada 125 judul karya yang memuat perdebatan pemikiran tentang Ibn ‘Arabi. Sebanyak 114 karya menjadi pendukung Syaikh Akbar, 81 sebagai syarahnya, selebihnya sebagai pembelaan sang murid. Sedangkan, hanya 11 karya yang berseberangan terhadap pemikiran Ibn ‘Arabi. Dengan demikian, tidak sah kiranya hanya melihat kontroversi Ibn ‘Arabi sebagai alat untuk merajamkan kekafiran atas dirinya.
Sejauh ini, belum ada satu buku lengkap yang ditulis oleh cendekiawan Indonesia yang menjadi pengantar atas pemikiran Ibn Arabi. Sebagian besar, wacana tentang Ibn ‘Arabi disarikan dari intelektual Timur Tengah dan sarjana-sarjana Barat, semisal William Chittick, Toshihiko Isutzu dan beberapa pemikir lainnya. Buku “Semesta Cinta: Pengantar Kepada Pemikiran Ibn ‘Arabi” merupakan buah karya Dr Haidar Bagir, untuk mengenalkan sosok Syaikh al-Akbar dalam narasi yang mudah dipahami.
Dalam pandangan Haidar Bagir, irfan merupakan suatu bentuk tasawuf yang bersifat filosofis, atau disebut sebagai filsafat sufistik. Sebagai filsafat, ia mensyaratkan pemahaman filosofis atas subject matter-nya. Sebagai tasawuf, ia mensyaratkan pemahaman tentang tata laku sebagai wahana peraihan pengetahuan yang hendak dikuasai. Irfan mencakup pemerian filosofis pengalaman sufistik, sebagai sebuah metamistisisme yang mewacanakan laku tasawuf.
Tujuan utama penciptaan manusia, adalah untuk mengenal Tuhan. Dengan kata lain, ibadah adalah sarana makhluk untuk mengenal Sang Penciptanya. Pengenalan ini disebut sebagai ma’rifah. Sedangkan, wacana atau ilmu tentang peraihan ma’rifah ini disebut sebagai ‘irfan. Karya-karya Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi menjadi referensi dari tradisi ‘irfan dalam pengetahuan Islam.
Pemikiran Ibn ‘Arabi, dalam beberapa karya pentingnya, dikenal sulit dipahami. Lapisan-lapisan konstruksi pemikiran Ibn ‘Arabi, membutuhkan kesabaran dan ketelatenan untuk dapat masuk dalam inti terdalam dari korpus pengetahuannya. Tercatat Ibn ‘Arabi menulis tak kurang dari 363 buku dan risalah. Di antara karya-karya utamanya, yakni al-Futuhat al-Makiyyah (Penyingkapan-penyingkapan di Makkah) dan Fushush al-Hikam (Permata-permata Kebijaksanaan). Al-Futuhat al-Makiyyah adalah karya ensiklopedis yang merangkum kekayaan pemikiran irfani. Edisi kritis paling baru atas karya ini, meliputi tak kurang dari 17.000 halaman.
Bagi orang awam, bahasa-bahasa metaforik Ibn ‘Arabi jika tidak direnungkan dengan khusyu’, akan mendorong kesalahpahaman. Menurut Ibn ‘Arabi, al-Futuhat al-Makiyyah bukanlah karya pemikirannya, akan tetapi langsung dari Allah. Dalam pengakuan Ibn ‘Arabi, Allah menggerakkan tangannya untuk menulis. Sedangkan, karya Fushush al-Hikam, meskipun hanya satu jilid, akan tetapi menjadi karya yang paling sulit dipahami karena merupakan saripati samudra yang amat luas dan dalam dari pemikiran Ibn ‘Arabi, yang disusun secara sistematik yang berdasarkan hikmah-hikmah dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad. Karya lainnya, yakni Tarjuman al-Asywaq, buku kumpulan syair cinta spiritual. Serta, Syajarah al-Kaun, karya kosmologi yang menerangkan tentang khazanah simbolisme dalam Al-Qur’an (hal. 95-6)
Islam cinta
Menurut Haidar Bagir, narasi terpenting dari pemikiran Ibn ‘Arabi adalah menghadirkan pesan cinta dalam memahami Islam. Aspek kebenaran dan kebaikan baru sempurna dengan keindahan. Dalam pemahaman Islam, menurut ‘Irfan, kebenaran dan kebaikan tidak terpisahkan dari keindahan. Ringkasnya, sesuatu dapat disebut kebaikan dan kebenaran jika pada saat yang sama ia indah, memiliki daya pesona yang melahirkan rasa cinta dan kerinduan untuk mengalaminya.
Keindahan pada hakikatnya merupakan aspek keilahiahan. Manusia memang membutuhkan ilmu yang mengurusi benar salah, tentu juga moral yang mengurusi baik buruk. Tapi, suatu kehidupan yang membahagiakan hanya bisa dikembangkan jika tabiat manusia yang cinta dan rindu pada keindahan bisa terpuasi (hal. 322-3).
Pemusatan perhatian pada Ibn ‘Arabi dan madzhab pemikirannya, dalam setiap pembahasan tentang Irfan didasarkan pada kenyataan bahwa Ibn ‘Arabi adalah benar-benar memformulasikan pahamnya secara filosofis dalam puluhan ribu halaman yang ditulis dalam bahasa analitik prosais, sedangkan para sufi sealiran umumnya mengungkapkan pada puisi-puisi ringkas. Ibn ‘Arabi juga perintis dan pengembang doktrin Wahdahtul Wujud, atau Tawhid Maujudi, yang memberikan pengaruh besar dalam peradaban dan tradisi pengetahuan Islam.
Dalam pemikiran Ibn ‘Arabi, jadilah seluruh kehidupan manusia dan makluk-Nya di muka bumi sebagai sepenuhnya cerita cinta, dan tidak ada satupun di dalamnya yang dapat dipahami dengan tepat sekaligus benar, tanpa menggunakan perspektif cinta (hal.30-31). Buku karya Haidar Bagir ini, seakan menuntun kita untuk menelusuri lorong-lorong panjang pemikiran Ibn ‘Arabi dengan lentera cinta. Ia menghadirkan narasi cinta untuk memahami Islam. Dengan demikian, Islam yang dipahami adalah Islam yang membawa rahmat, Islam yang menghadirkan keramahan, bukan kemarahan[].
Data buku
Judul Buku : Semesta Cinta: Pengantar Kepada Pemikiran Ibn ‘Arabi
Penulis : Dr Haidar Bagir
Penerbit : Noura Mizan,
Cetakan : I, November 2015
Tebal : 355 halaman
ISBN : 978-602-385-039-6
Peresensi : Munawir Aziz, Alumnus Pascasarjana UGM, Jaringan Gus Durian & editor in-chief di Islami.co