Kitab Tanbihul Masyi Al-Mansub ila Thariqil Qusyasyi merupakan kitab panduan bagi pengamal Tarekat Syattariyah. Kitab Tanbihul Masyi ditulis oleh ulama Aceh yang cukup prolifik pada awal Abad ke-17 Masehi, yaitu Syekh Nuruddin Abdur Rauf bin Ali As-Singkili, Al-Fanshuri, Al-Asyi, Al-Jawi atau Syekh Abdur Rauf Singkel.
“Epilog. (Catatan akhir ini) di dalam menyebut [sanad] para syekh Tarekat Syattariyyah dan sambungan sanad kami pada sanad tersebut,” (Syekh Abdur Rauf: 81).
Syekh Abdur Rauf Singkel memuat bukunya dengan pembahasan tauhid, imbauan untuk berpegang pada sunnah Nabi Muhammad saw, perintah untuk selalu dzikir, adab dan tata cara dzikir, sirr dan jahr sebagai dua aliran pokok dalam dzikir.
“Ketahuilah wahai murid, semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kami dan kepadamu untuk taat kepada-Nya. Semoga Allah menjadikan kami dan kamu untuk beramal pada jalan yang Dia ridhai. Kewajibanmu yang pertama ialah mengesakan Zat yang hakiki (Allah swt) dan menyucikan-Nya dari i’tiqad yang tidak mungkin bagi-Nya dengan kalimat ‘La ilaha illallah’ yang memuat semua derajat tauhid yang empat.” (Syekh Abdur Rauf: 17).
Adab dzikir menurut Syekh Abdur Rauf Singkel dalam kitabnya ini ialah tobat, mandi atau wudhu, diam untuk menghasilkan ketulusan, mengharap bantuan dengan konsentrasi guru tarekat, meyakini "bantuan" guru sebagai bantuan Rasulullah saw karena ia adalah badal Rasulullah saw. (Syekh Abdur Rauf: 39).
Adab lainnya ketika dzikir ialah duduk di tempat yang suci, meletakkan kedua tangan di atas kedua paha, memberikan wewangian pada ruangan dzikir, mengenakan pakaian yang suci, mencari tempat yang gelap, memejamkan kedua mata, membayangkan kehadiran gurunya, tulus dan ikhlas dalam berdzikir, memilih lafal "La ilaha illallah", menghayati makna lafal dzikir,dan menafikan segala selain-Nya dari dalam hati, serta tidak segera minum usai berdzikir. Tata cara dzikir seperti ini bersumber dari Rasulullah saw melalui sahabat Ali bin Abu Thalib ra. (Syekh Abdur Rauf: 39-40).
Adapun dzikir dilakukan dengan dua cara, yaitu jahr/keras dan sirr/perlahan. Dzikir jahr dapat dilakukan dengan menafikan selain Allah dan menetapkan wujud Allah sekaligus dengan kalimat "La ilaha illallah". Dzikir jahr juga dapat dilakukan dengan menetapkan wujud Allah dengan kalimat "illallah, illallah'" Dzikir jahr dapat dilakukan dengan menyebut isim zat saja dengan beragam lafal, “Allah, Allah”, “Huu, huu", “Huwallah, huwallah”, atau “Allah huu, Allah huu.” (Syekh Abdur Rauf: 41).
Dzikir sirr/perlahan dapat dilakukan dengan tiga metode. Salah satunya ialah dzikir sirr dengan mengikuti ritme nafas. Seorang murid membayangkan kata “La ilaha” saat mengeluarkan nafas dan kata “Illallah” saat menariknya. (Syekh Abdur Rauf: 42). Praktik ini dapat dipahami sebagai penafian wujud selain Allah swt untuk yang pertama dan penetapan zat-Nya untuk yang kedua.
Syekh Abdur Rauf Singkel juga memuat bukunya dengan pengenalan terhadap aktivitas tarekat Syattariyah, penjelasan makna dan tingkatan fana, tenggelam dan larut dalam kenikmatan zikir, pos-pos perjalanan spiritual kepada Allah, jenis-jenis dan kedudukan tauhid, peringatan untuk tidak ghibah, mengafirkan, dan melaknat orang lain, imbauan menutupi aib orang lain, keikhlasan dalam ibadah.
“Jalanlah sampai titik akhir. Mintalah kepada Tuhanmu yang pemurah agar Dia menyampaikanmu di titik akhir perjalanan. Jangan menoleh di perjalanan kepada selain-Nya karena itu hijab yang dapat memalingkanmu dari tujuan. Jaga lisanmu dari ghibah dan tudingan kafir terhadap orang lain karena keduanya bahaya agung di sisi Tuhanmu yang maha besar. Jangan kau laknat saudara-saudaramu sehingga kamu termasuk orang yang diluputkan pada hari kiamat dan jangan memujinya juga sehingga kamu menjadi orang yang terlaknat atau termasuk orang yang memenggal lehernya.” (Syekh Abdur Rauf: 61).
Syekh Abdur Rauf Singkel memasukkan pembahasan sebagian manfaat ayat Al-Qur’an, anjuran shalat sunnah, wirid, dan doa, serta imbauan untuk puasa sunnah sebelum catatan penutup kitabnya.
Riwayat Hidup Penulis
Syekh Abdur Rauf Singkel lahir di Desa Singkel yang berada di bawah wilayah Aceh Darus Salam pada 1024 H/1615 M. Syekh Abdur Rauf Singkel wafat pada 1104 H dan dimakamkan di daerah Kuala, Aceh Darus Salam. Karena itu juga, Syekh Abdur Rauf Singkel dikenal juga dengan sebutan Syekh Kuala.
Syekh Abdur Rauf dibesarkan dalam keluarga ulama dan ketakwaan yang baik. Ia belajar Al-Qur’an dan pelajaran dasar agama Islam kepada ayahnya, Syekh Ali Singkel. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya kepada guru-guru agama di sejumlah titik di Aceh, yaitu Fanshur, Pasai, dan Kutaraja yang terkenal sebagai pusat kajian keislaman di Asia Tenggara saat itu.
Syekh Abdur Rauf Singkel juga berguru dengan Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Pandangan gurunya cukup besar memberikan pengaruh pada sikap keagamaannya. Ia melanjutkan pendidikannya ke Tanah Suci. Di sana ia berguru selama lebih kurang 20 tahun. Gurunya yang cukup terkenal ialah Syekh Shafiyuddin Ahmad Al-Qusyasyi (wafat 1071 H) dan Syekh Burhanuddin Ibrahim Al-Kurani Al-Madani (wafat 1101 H).
Syekh Abdur Rauf Singkel menjadi ulama besar rujukan penguasa maupun masyarakat. Banyak santri dari berbagai kota berguru kepadanya. Santrinya yang menjadi ulama antara lain Syekh Burhanuddin Ulakan Minangkabau, Syekh Abdul Muhyiddin Pamijahan, Syekh Faqih Jalaluddin Aceh.
Syekh Abdur Rauf Singkel di tengah kesibukannya sebagai hakim agama, guru agama, mufti, ahli ibadah, merupakan ulama yang cukup prolifik. Ia menulis kajian keislaman berbagai bidangnya. Karyanya yang terkenal adalah Turjumanul Mustafid (tafsir Al-Quran berbahasa Melayu), Tanbihul Masyi (tasawuf), Daqa’iqul Harfi (ilmu kalam), Bustanul Salathin (etika politik), dan As-Shiratul Mustaqim (fiqih bermazhab Syafi’i).
Identitas Kitab
Penulis: Syekh Abdur Rauf bin Ali Al-Asyi Al-Jaw
Penahqiq: Ahmad Ginanjar Sya’ban
Penerbit: Dar Nahdhatit Turats Al-Indunisiyyah dan LTN PBNU
Kota Terbit: Jawa Timur
Jumlah Juz: 1
Peresensi: H Alhafiz Kurniawan, penyuluh agama Islam Kebayoran Baru, Jakarta Selatan