Risalah Redaksi

Idul Fitri dengan Semangat Baru

Senin, 23 Oktober 2006 | 09:03 WIB

Kembali kita merayakan Idul Fitri. Dalam bulan ini, Allah SWT tidak berhenti melimpahkan rahmat-Nya pada kita dengan memberikan jalan menuju ketakwaan. Ketakwaan yang kita peroleh selama bulan Ramadan, diharapkan bisa kita refleksikan dalam kehdupan sehari-hari dalam masyarakat. Melalui momentum Idul Fitri yang kita rayakan hari ini, Allah SWT memberikan peluang baru dan harapan baru untuk meningkatkan ketakwaaan, bukan melalui jalan rohani, seperti pada bulan Ramadan, melainkan melalui aktivitas sosial, yakni dengan berbuat keadilan, karena keadilan merupakan jalan menuju ketakwaan.

Hingga saat ini, kita masih menyaksikan bahwa di lingkungnan masyarakat kita masih menghadapi berbagai masalah antara lain masalah kesenjangan sosial; kesenjangan antara kaya dengan yang miskin, antara yang maju dengan yang terbelakang, antara yang berpengetahuan dan yang kurang berpengetahuan, dan seterusnya. Kesenjangaan itu berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial, bahkan mencerminkan adanya ketidakadilan sosial itu sendiri. Agama mewajibkan kita untuk mengatasi kesenjangan tersebut dengan mengeluarkan zakat, ber-infaq dan bersedekah serta amal kebajikan yang lain.

<>

Sudah selayaknya dalam Idul Fitri ini kita jadikan momentum untuk menemukan semangat baru, dinamika baru untuk melakukan berbagai aktivitas untuk menegakkan keadilan sosial, untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang merata. Meningkatnya keimanan kita bisa dilihat dari meningkatnya kepedulian sosial kita. Kita patut bersyukur dan harus selalu bersyukur atas segala karunia yang diberikan Alah SWT, tetapi kita tidak boleh berpuas diri, tetapi harus terus melakukan inovasi dan eksperimentasi untuk terus maju dan berkembang.

Kalau selama bulan Ramadan ketajaman rohani kita diasah dan kepekaaan sosial kita dipertajam, maka dalam Idul Fitri inilah kita dituntut agar mampu mengimplementasikan hasil ibadah ritual yang bersifat spiritual itu dalam kehidupan sosial. Betapa pentingnya langkah untuk menciptakan kesejahteraan sosial, sehingga Allah sangat memuji pada mereka yang peduli kaum duafa. Sebaliknya, sangat mencela orang yang tidak peduli pada fakir miskin. Hal itu menunjukkan tugas untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial merupakan tugas semua orang, baik masyarakat maupun negara.

Upaya peningkatan solidaritas sosial tersebut tentu sangat relevan bagi bangsa yang sedang berkembang, seperti Indonesia yang sedang berbenah diri ini. Kita memiliki wilayah yang sangat luas, dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, tentu idak mudah mengatur semua ini. Sudah pasti di antaranya banyak yang tertingal. Di situlah solidaritas sosial antarwaga negara perlu terus diasah agar masyarakat bisa saling membantu antar-sesamanya untuk turut menyelesaikan berbagai problem yang mereka hadapi.

Di situlah solidaritas nasional itu muncul dan kerja sama antarsemua elemen bangsa untuk menciptakan kemajuan dibutuhkan. Dan kenyataan itu yang selama ini banyak kita temukan di masyarakat, bagaimana masyarakat dengan solidaritasnya yang sudah sangat tinggi mampu memberikan sumbangan dan pertolongan pada kelompok lain yang membutuhkan bantuan dan pertolongan baik dalam skala kecil maupun skala besar.

Islam adalah agama yang diamis, sejalan dengan watak masyarakat itu sendiri. Ajaran yang sangat berharga diberikan pada kita bahwa ketakwaan itu tidak hanya ditempuh melalui kegiatan ritual dan spiritual, tetapi ketakwaan juga bisa diperoleh melalui aktivitas sosial. Aktivitas sosial itu mendapat tempat dan penghargaan yang sangat tinggi di sisi Allah. Dengan aktivitas sosial itu manusia mengabdikan diri pada makhluk Allah. Sedangkan mengabdi kepada makhluk Allah berarti mengabdi kepada Allah pula, dan ini bernilai ibadah.

Nilai Idul Fitri hendaklah selalu kita hayati, kita renungkan agar terus memberikan pada kita motivasi atau dorongan untuk melakukan berbagai amal sosial, melakukan berbagai perubahan untuk menciptakan kemaslahatan. Menciptakan ketakwaan atau keseimbangan, baik yang bersifat ilahiah maupun insaniyah dan ijtimaiyah. (Abdul Mun’im)


Terkait