Keadilan Anggaran untuk Melahirkan para Profesional Santri
Ahad, 6 Februari 2022 | 19:00 WIB
Presiden Joko Widodo meminta bantuan para kiai NU agar mengajak kader muda NU berprestasi, ahli teknologi informasi Ainun Najib untuk pulang ke Indonesia dari tempatnya berkarier di Singapura. Ainun adalah bagian dari diaspora para profesional santri di seluruh dunia dalam berbagai bidang kompetensi.
Ada sejumlah santri lain yang memiliki segudang prestasi tingkat dunia. Mereka menjadi dosen, peneliti, konsultan, insinyur, hingga profesi tertentu dengan keahlian sangat tinggi. Mereka telah menjadi bagian warga dunia yang dapat dengan mudah pindah ke mana saja sesuai dengan keinginannya. Itu semua berkat keahlian yang dimilikinya. Dan yang pasti, mereka tetap membawa nilai-nilai santri ke manapun pergi.
Profesional sekaligus santri atau santri profesional, apapun itu, menjadi profil yang membedakan dengan banyak orang lain. Sebagian besar kelompok profesional di Indonesia yang berkiprah dalam berbagai bidang memiliki pemahaman agama yang standar, kalau tidak dapat dikatakan minim. Hal ini dikarenakan sejak kecil orang-orang tersebut dituntut untuk berprestasi dengan fokus pada pengetahuan umum.
Ada kesamaan dari para santri yang dapat berkiprah hingga tingkat global. Sebagian besar mereka dapat mengakses pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan karena belajar di lembaga pendidikan yang berkualitas atau mendapatkan beasiswa. Mereka biasanya belajar di sekolah-sekolah favorit dan perguruan tinggi ternama. Pengetahuan agama sebagai santri biasanya diperoleh dari pembelajaran diniyah atau pendidikan informal di mana mereka tinggal.
Sayangnya, jumlah profesional santri di Indonesia masih jauh lebih sedikit dari potensi yang ada. Bukan karena para santri tidak cerdas atau tidak semangat dalam belajar, namun kebijakan negara belum terlalu berpihak kepada mereka. Lembaga pendidikan madrasah dan pesantren, di mana para santri banyak belajar, belum mendapatkan anggaran dana sebagaimana sekolah umum yang berada di bawah binaan Kemendikbud Ristek.
Lembaga pendidikan yang berada di bawah binaan Kementerian Agama berjumlah sekitar 20 persen, namun anggaran yang diterima kurang dari 10 persen. Belum lagi jika berbicara soal madrasah swasta yang jumlahnya mencapai 90 persen dari total madrasah. Madrasah ini mesti mandiri dalam menjalankan operasional sekolahnya. Lembaga tersebut didirikan atas dasar khidmah untuk menanamkan nilai-nilai agama kepada para generasi muda.
Sekolah umum, selain menerima anggaran dari pemerintah pusat, mereka juga mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah daerah. Sementara itu, madrasah, karena mengikuti ketentuan Kementerian Agama yang anggarannya terpusat, tidak mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintah daerah. Perbedaan alokasi anggaran ini turut mempengaruhi kualitas layanan pendidikan.
Perbedaan alokasi anggaran yang terjadi sejak berdirinya republik ini dalam jangka panjang telah melahirkan kesenjangan kualitas antara sekolah umum dan madrasah. Para siswa cerdas akhirnya lebih memilih sekolah umum dibandingkan dengan madrasah. Kini Kementerian Agama telah berusaha untuk membangun beberapa madrasah unggulan Insan Cendekia di sejumlah wilayah atau skema madrasah khusus lainnya. Namun, hal tersebut belum mampu meningkatkan kualitas rata-rata di madrasah.
Upaya keadilan anggaran pendidikan ini sudah berulang kali diperjuangkan, namun hingga kini ketidaksetaraan tersebut masih saja terjadi. Padahal semuanya merupakan lembaga pendidikan milik pemerintah dan yang bersekolah juga warga negara yang sudah seharusnya dapat memilih lembaga pendidikan manapun sesuai dengan preferensinya tanpa adanya pembedaan. Negara dan masyarakat mengalami kerugian karena adanya perlakuan yang berbeda ini.
Banyak orang tua memilih mengirimkan anaknya ke madrasah atau pesantren karena di sana proporsi pendidikan agamanya lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah umum. Apapun kondisi dan kualitasnya. Pendidikan madrasah sesungguhnya merupakan model pendidikan yang ideal karena di dalamnya para siswa belajar dengan seimbang pengetahuan agama dan umum. Jika dikelola dengan baik, akan menghasilkan lulusan yang luar biasa.
Jika ada anggaran yang adil, akan lahir banyak santri profesional. Mereka dapat berkarier di Indonesia atau menjadi diaspora di seluruh dunia. Mereka akan menjadi duta Islam Indonesia yang moderat dengan etos kerjanya yang profesional sekaligus religius. Mereka akan menjadi bagian dari figur-figur yang akan membangun peradaban dunia.
Profil seperti Ainun Najib dapat menjadi inspirasi bagi para santri untuk meraih mimpi besarnya dalam berbagai bidang yang diminati. Ia belajar di SMA 5 Surabaya yang merupakan SMA favorit di kota pahlawan, lalu mendapatkan beasiswa dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura dan selanjutnya membangun karier di sana.
Para santri boleh bermimpi menjadi apa saja. Mereka tidak harus menjadi kiai atau ustadz. Ada banyak sekali bidang lain yang mesti diisi. Supaya mimpi para santri dapat terwujud, negara mesti memberi ruang agar proses yang mesti mereka jalani dapat berjalan dengan lancar. Jangan sampai mimpi para santri ini kandas karena ketidakadilan anggaran.
Presiden Joko Widodo dapat meninggalkan warisan berharga kepada umat Islam Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih memberi keadilan dalam akses pendidikan yang berkualitas kepada semua orang sesuai dengan pilihannya masing-masing. Selain tentu saja menyediakan iklim usaha yang sehat sehingga para putra terbaik bangsa ini nyaman bekerja di Indonesia. (Achmad Mukafi Niam)