Pengaderan memiliki posisi penting untuk memastikan semua pengurus memiliki amaliah, fikrah, dan harakah yang sama. (Foto ilustrasi: instagram.com/kikipedia_)
Salah satu keputusan Konferensi Besar (Konbes) NU 20-22 Mei 2022 adalah penataan ulang kaderisasi NU yang sebelumnya terdiri dari Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU) dan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU). PBNU melakukan penyempurnaan dengan penjenjangan kaderisasi menjadi tiga tingkat. Pengaderan yang lebih tertata ini merupakan bagian dari konsolidasi organisasi. Tanpa kader yang mumpuni dan militan, kinerja organisasi yang baik akan sulit tercapai.
Pengaderan tingkat pertama disebut PD-PKPNU atau Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama. Tingkat kedua adalah PKMNU atau Pendidikan Kader Menengah Nahdlatul Ulama. Ketiga, tingkat tinggi yaitu AKN-NU atau Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama yang konsepnya seperti Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) versi NU. Semakin tinggi tingkat kepengurusan, maka dibutuhkan persyaratan pengaderan yang semakin tinggi pula.
Materi pengaderan baru merupakan kesinambungan dari pengaderan yang sudah ada sebelumnya. Kurikulumnya mengacu kepada materi di PKPNU dan MKNU ditambahkan dengan materi baru yang menyangkut visi ketua umum dan program kepengurusan periode 2022-2027.
Selain pengakuan terhadap pengaderan yang sudah ditempuh sebelumnya, pengaderan yang sudah dilakukan di badan otonom NU juga diakui dengan level satu tingkat di bawahnya, kecuali bagi IPNU dan IPPNU yang diakui dua tingkat di bawahnya. Sebagai ilustrasi, Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) di GP Ansor akan disetarakan dengan pengaderan di tingkat menengah yakni PKMNU; sementara Pelatihan Kepemimpinan Lanjutan (PKL) di GP Ansor, disetarakan dengan pengaderan tingkat dasar yaitu PD-PKPNU.
Selanjutnya, para santri yang telah menempuh pendidikan di beberapa pesantren induk seperti Lirboyo, Ploso, Sidogiri, Sarang, atau pesantren lain yang masuk kategori tersebut juga dapat disetarakan dengan pengaderan level dasar. Dengan demikian, para alumni pesantren induk dapat menjadi pengurus NU tanpa mengikuti pengaderan awal, khususnya pada kepengurusan yang hanya membutuhkan pengaderan level dasar.
Sebagai organisasi keagamaan dan sosial yang memiliki nilai tertentu, pengaderan merupakan suatu hal yang sifatnya mutlak. Nahdlatul Ulama akan mencapai usia satu abad dalam beberapa tahun mendatang. Sejak didirikan tahun 1926, kepengurusan dan kepemimpinan telah berganti dari generasi ke generasi berikutnya. Para santri dan aktivis muda NU saat ini merupakan orang-orang yang akan memegang kendali kepemimpinan NU pada periode 20-30 tahun mendatang. Dengan demikian, penanaman nilai-nilai NU dan Aswaja mesti dilakukan secara terus menerus dan berjenjang untuk memastikan bahwa nilai dasar NU tidak berubah.
Hal lain yang mendorong semakin pentingnya pengaderan adalah berkembangnya jangkauan perkumpulan NU di banyak tempat dan wilayah geografis yang mana organisasi NU kurang berkembang di sana. Para pengurus NU di tempat tersebut mesti memiliki kesamaan pandang dalam berbagai persoalan, baik dalam pandangan keagamaan atau konsep bernegara. Apalagi jika sebelumnya mereka telah bersentuhan dengan organisasi lain, yang sangat mungkin tanpa disadari akan mempengaruhi sudut pandang dalam mengelola NU.
Dunia yang semakin terbuka menjadi peluang sekaligus tantangan bagi NU. Keterbukaan memungkinkan NU menyebarkan nilai dan ajarannya ke seluruh penjuru dunia; di sisi lain, keterbukaan membuat warga NU terpapar nilai-nilai lain, baik itu berupa beragam fikrah dalam Islam atau ideologi lain seperti liberalisme, kapitalisme, sosialisme, dan lainnya. Tanpa pemahaman keagamaan dan ideologi yang kokoh para pengurusnya, NU akan diombang-ambingkan oleh berbagai kepentingan.
Menjadi pengurus NU tidak cukup sekadar menjalani amaliah keagamaan yang selama ini dijalani seperti tahlilan, baca doa qunut, bertarekat, shalawatan, istighotsah atau lainnya. Para pengurus NU harus memiliki
Amaliah dan fikrah NU akan terimplementasi dalam harakah organisasi yang dapat dimaknai dalam gerakan sosial kemasyarakatan NU. Amaliah dan fikrah merupakan konsep yang abstrak, sedangkan harakah merupakan wujud nyata eksistensi organisasi yang tercermin dalam kontribusi NU dalam berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Pengaruh dan eksistensi NU ke depan, ditentukan oleh harakah tersebut.
Setelah resmi disahkan dalam konbes, langkah selanjutnya tinggal bagaimana mengimplementasikan program pengaderan tersebut ke seluruh tingkat kepengurusan NU. Jumlah alumni pengaderan PKPNU dan MKNU sudah mencapai ribuan. Mereka telah melakukan berbagai gerakan dan inovasi untuk kemajuan NU. Sejak dilaksanakannya program pengaderan tersebut, gerak NU lebih dinamis dibandingkan sebelumnya. Mereka dapat mengikuti program pengaderan tingkat menengah dan dilanjutkan dengan akademi NU.
Konsep pengaderan NU merupakan bagian integral dari gerakan khidmah NU kepada umat dan bangsa. Akan ada ukuran kinerja di masing-masing tingkat kepengurusan NU. Pada kepengurusan NU yang memiliki prestasi, mereka akan mendapatkan penghargaan (reward), namun bagi kepengurusan NU yang kinerjanya buruk, mereka akan mendapatkan hukuman (punishment).
Para pengurus yang telah selesai menjalani
Menjadi pengurus NU tidak dapat menggunakan pendekatan sekadarnya, sebisanya, seikhlasnya. Jika memang tidak siap berkhidmah, biarlah orang lain yang berperan, yang bisa bekerja dan berkontribusi lebih baik. Di sinilah pengaderan memiliki posisi penting untuk memastikan semua pengurus memiliki amaliah, fikrah, dan harakah yang sama. (Achmad Mukafi Niam)