Risalah Redaksi

Mengabaikan Amanat Rakyat

Selasa, 5 September 2006 | 03:29 WIB

Masyarakat membentuk Negara guna memenuhi kebutuhan warganya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Kebutuhan jasmani secara sederhana dirumuskan dalam sandang, pangan dan papan. Pada dasarnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak berarti negara, dalam hal ini pemrintah, harus memberikan secara cuma-cuma. Dalam bidang sandang, selama ini industri rakyat telah mampu menghasilkan berbagai macam kain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Di setiap daerah terdapat sentra tenun, sentra batik dan sebagainya. Tetapi oleh Orde Baru disikat habis, karena kekuatan industri semacam itu dikhawatirkan akan berkembang menjadi kekuatan politik.

Mengenai kebutuhan pangan, sebenarnya masyarakat telah mampu memenuhinya sendiri dengan menamam berbagai tanaman sumber makanan pokok. Revolusi hijau yang dicanangkan tahun 1970-an ternyata tidak memberikan hasil yang memadai. Terbukti, swasembada beras belum tercapai bahkan Indonesia menjadi importer beras terbesar di dunia. Sementara ribuan hektar lahan pertanian diterlantarkan. Akibatnya, ribuan petani dianggurkan.

<>Belakangan ini, berbagai produk garmen baik yang baru maupun yang bekas masuk ke Indonesia, sehingga mengakibatkan industri garmen nasional ambruk. Sementara pemerintah tidak mampu menghalangi penyelundupan bahkan ekspor secara terbuka komoditi itu. Demikian juga ketika petani kembali bersemangat menanam padi dan tebu, karena sempat mendapatkan harga yang tinggi dari hasil pertanian tersebut. Tetapi adanya dorongan untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dari para mafia beras dan gula dunia, pemerintah melakukan impor beras sehingga menghancurkan usaha tani rakyat Indonesia.

Sering kali impor pangan tersebut didasarkan pada kekurangan stok, padahal perhitungan  stok pangan seperti itu selalu dimanipulasi, sehingga mereka punya alasan untuk impor beras. Ketika pemerintah baru saja mengumumkan akan mengimpor beras  dalam jumlah besar—yang katanya hanya sebagai cadangan dan tidak akan dilepas ke pasar—tetapi dalam kenyataannya wacana itu telah menurunkan harga beras di pasaran sekitar 12 persen. Karena begitu diumumkan, sebenarnya beras impor sudah masuk.

Langkah praktis itu diangap lebih menguntungkan, pemerintah tidak perlu mengusahakan sektor pertanian, sehingga meterinya bisa menganggur, dari pada harus mengolah lahan, memperbaiki irigasi, menyediakan pupuk, gudang dan pengilingan. Semuanya itu merepotkan. Sementara orang menjadi pejabat dan paremen hanya untuk mencari keuntungan bukan benar-benar diniati untuk membangun pemerintahan atau Negara.

Kesejahteraan dirinya yang menjadi tujuan, bukan kesejahteraan rakyat. Karena itu kalau para mafia gula, mafia daging, mafia garam internasional dianggap lebih mampu menyejahterakan para pejabat, maka merekalah yang disantuni. Sementara rakyat hanya membikin mereka repot, maka mereka tidak disantuni, tidak dijalankan aspirasinya.

Memang Negara telah gagal, karena pemerintah gagal menjalankan tugasnya, parlemen gagal menjalankan amanatnya. Semuanya (para elite) telah mengkhianati rakyat dan mengkhianati Negara, karena tugas utamanya menyejahterakan rakyat dan membawa nama baik Negara diabaikan. Walaupun cara karitatif dalam membangun masyarakat telah lama dikritik, tetapi karena pihak mafia menyarankan untuk mengatasi kemiskinan  dengan berbagai paket sosial seperti jaring pengaman sosial, maka hal itu dilakukan juga. Padahal langkah itu tidak lebih hanya merupakan obat penenang, proses pemiskinan terus dijalankan.

Cara pandang semacam itu sangat menghina rakyat, yang menempatkan mereka sebagai pengemis, bukan warga negara yang kreatif dan mandiri. Tidak lama setelah itu mereka kekurangan lagi, sebab harga di seluruh sektor kebutunan telah naik dengan tajam. Sementara bantuan yang diberikan hanya ratusan ribu, yang hanya cukup untuk setengah bulan. Rakyat tidak perlu dibantu dengan uang tunai, tetapi membutuhkan bantuan peluang kerja. Jangan serahkan semua sektor usaha pada konglomerat dan jangan serahkan semua kebutuhan terutama pangan pada negara lain. Sebab bila mereka melakukan blokade atau sabotase, rakyat akan kelaparan.

Keterikatan pada Bank Dunia dan IMF menjadikan pemerintah tidak mampu  mengelola ekonomi, sehingga menjadikan negara ini semakin miskin. Walaupun telah menghutang begitu banyak sebagai modal usaha, namun tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya pemerintah juga tidak mampu mengendalikan harga. Semua harga ditentukan oleh kartel dan mafia. Maka, negara yang mengalami karugian karena diterjang inflasi, sehingga membuat daya beli masyarakat lemah. Di situlah pemiskinan massal  terjadi. Meskipun pemerintah berusaha menutupi jumlah kemiskinan yang sebenarnya, tetapi akhirnya terbongkar pula.

Memang sangat memprihatinkan apabila para pemimpin negara tidak lagi peduli pada rakyat, hanya peduli pada negara pemilik modal. Akhirnya, negara dan rakyat yang dirugikan. Akibatnya, bangsa ini menjadi bangsa yang miskin, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga miskin secara kebudayaan dan juga rendah secara peradaban. Mengingat, membangun kebudayaan dan mengembangakan peradaban diperluka


Terkait