Risalah Redaksi

Mereka yang Ibadahnya Berguguran dalam Ramadhan

Senin, 27 Juni 2016 | 13:00 WIB

Mereka yang Ibadahnya Berguguran dalam Ramadhan

Ilustrasi (viva)

Kedatangan bulan Ramadhan selalu disambut dengan antusias oleh Muslim di seluruh dunia. Bulan ini adalah bulan yang istimewa karena pada saat inilah, amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Pada Ramadhan, sejumlah peristiwa penting juga terjadi seperti turunnya Al-Qur’an yang menjadi sumber rujukan utama dalam beragama. Pada bulan inilah, juga turun lailatul qadar atau malam seribu bulan, yaitu satu malam di mana nilai ibadah sama dengan seribu bulan.

Sejak menjelang Ramadhan, sejumlah kesibukan sudah dilakukan. Masyarakat bergotong royong membersihkan jalanan dari rumput-rumput yang meninggi. Masjid dibersihkan dan karpet-karpet yang berdebu pun dicuci. Tembok pun dicat ulang agar tampak lebih bersih dan rapi. Tak ketinggalan, para politisi dari seluruh tingkatan, mulai dari ketua partai, baik partai yang mengatasamakan diri sebagai partai Islam atau partai sekuler pun, memasang spanduk dengan berbagai ukuran di tempat-tempat strategis. Tentu disertai dengan foto diri pemasang.

Pada bulan ini pula lembaga-lembaga zakat sibuk mengajak masyarakat untuk menunaikan kewajibannya untuk membayar zakat plus infak dan sedekah. Balihonya pun terpampang di mana-mana. Semuanya dengan iming-iming bonus pahala yang besar.

Pada hari-hari pertama Ramadhan, masjid dan mushalla dipenuhi jamaah yang ingin menunaikan shalat tarawih. Mereka yang shalatnya bolong-bolong pada hari-hari biasa pun mampu menunaikan tarawih sebanyak 23 rakaat tanpa capek. Tak lupa, situs-situs keislaman di internet meningkat tajam trafiknya karena masyarakat haus akan materi-materi keislaman.

Tetapi harus diingat bahwa kita harus mampu menjaga ritme ibadah kita. Ramadhan tidak hanya berlangsung seminggu, tetapi selama satu bulan. Banyak di antara kita yang berguguran di tengah jalan. Padahal, semakin mendekati akhir Ramadhan, semakin banyak keistimewaan yang terdapat di dalamnya. Rasulullah pada sepuluh hari terakhir meninggalkan urusan duniawi dan memperbanyak itikaf. Beliau juga membangunkan istri-istrinya agar memperbanyak shalat, dzikir, dan ibadah lainnya. Pada sepuluh hari terakhir bulan puasa ini, kemungkinan turunnya lailatul qadar semakin besar, sayangnya Muslim sudah disibukkan urusan lainnya, bukan semakin meningkatkan ibadah. Jamaah tarawih di masjid dan mushalla semakin berkurang. Tadarus di masjid-masjid pun semakin kehilangan semangat.

Semakin mendekati Idulfitri, konsentrasi umat Islam sudah beralih bagaimana mempersiapkan diri dalam Lebaran. Pusat perbelanjaan dipenuhi oleh orang-orang yang ingin membeli pakaian dan seluruh pernak-perniknya untuk dipakai pada Lebaran. Rumah pun dibersihkan, kue pun dibikin, dan mereka yang sudah menjadi masyarakat urban, mempersiapkan diri untuk mudik ke kampung halamannya masing-masing. Bukannya hal-hal tersebut tidak penting, tetapi keistimewaan Ramadhan yang datang pada sepuluh hari terakhir telah terkalahkan oleh hal-hal lain. Tak banyak orang yang benar-benar mampu meraih kemenangan dan memanfaatkan kesempatan ini untuk memaksimalkan ibadahnya. Ramadhan ibarat lari maraton, bukan lari seratus meter. Dibutuhkan ketahanan mental dan kesiapan fisik yang prima untuk meraih kemenangan ini. Selagi masih ada kesempatan, mari kita berkonsentrasi untuk memanfaatkan hari-hari terakhir ini untuk memaksimalkan ibadah, bukan dengn menyibukkan hal-hal lainnya yang mengurangi esensi Ramadhan. (Mukafi Niam)


Terkait