Risalah Redaksi

Pengendalian Harga

Selasa, 3 Oktober 2006 | 07:43 WIB

Salah satu tugas penting pemerintah adalah menjaga kesejahteraan moral dan material warga negara, selama ini tugas tersebut bisa dilakuakan dengan baik, mengingat negeri ini kaya tambang dan hasil pertanian. Tetapi setelah sumber daya alam; tambang, hutan pertanian diekploitasi, malah rakyatnya semakin sengsara, sebab semua sektor strategis tidak dikuasai negara tetapi dikuasai swasta. Dengan demikian perusahaan negara tidak lagi melayani rakyat, tetapi berdagang dengan rakyat, rakyat bukan sebagai waga negara yang harus dilayani, tetapi sebagai pangsa pasar yang harus diekploitasi.

Dengan swastanisasi perusahaan negara, maka perusahaan tersebut mencari untung sebesar-besarnya dengan cara menaikkan harga, dengan berbagai alasan seperti reinvestasi, divestasi dan sebagaianya. Padahal pemerintah berkewajiban mengendalikan harga, jangankan mengendalikan harga barang-barang di pasar, sedangkan mempertahankan harga yanag dikuasai sendiri, yakni perusahaan negara yang hampir seluruh produksinya dibiayai negara saja tidak mau. Menjelang lebaran seperti sekarang ini, harga barang melonjak, harga tiket bus, kereta, kapal dan pesawat naik ratusan persen, padahal tuslah yang diberlakukan pemerintah hanya 25 sampai 40 persen, setiap tahun pasti dilanggar dan tidak pernah ada sanksinya.

<>

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan harga semua sektor kebutuhan rakyat itu menjadikan rakyat semakin miskin dari tahun ketahun, apalagi setelah kenaikan harga BBM. Di tengah kemiskinan itu kadang pemerintah masih membohongi publik dengan mengatakan bahwa daya saing kita menguat, lalu rupiah menguat, peringkat ekonomi kita naik. Tetapi tidak pernah disinggung bahwa daya beli rakyat semakin menurun, hampir semua sektor usaha mengalami kelesuan.

Ketika negara tidak lagi ditempatkan sebagai sebuah sarana pengembangan peradaban, tetapi telah telah dijadikan pasar. Sementara pasar haanyalah sebuah hiruk pikuk dan kerumunan massa yang dengan kebutuhan sangat sesaat. Dengan cara pandang semacam itu maka persaingan menjadi begiitu bebas yang penuh keserakahan. Maka di situ korupsi dan manipulasi menjadi bagian integra darinya. Negara tidak lagi meiliki tujuan apalagi ketika kebijakannya sepenuhnya dikenadilak oleh mafia yang ada di pasar.

Contoh paling nyata dari semua itu adalah munculnya berbagai kebijakan yang aneh, seperti impor beras dan gula saat musim panen sehingga memukul petani. Kemudian belakangan ini melakukan impor garam, padahal bisa diproduksi sendiri. Akibatnya ekonomi rakyat yang bisa menopang tegaknya bangsa ini tidak bisa bangkit, sementara para cokong dan mafia ekspor-impor yang berjaya di tengah penderitaan petani. Anehnya pemerintah mati-matian membela mereka dengan mengorbankan petani.

Ketidakmampuan lain dari pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya adalah kebijakannya untuk melakukan impor daging yang tidak sehat, langkah itu sangat membahayakan rakyat. Bahkan masih ditambah lagi dengan peristiwa yang mengejutkan masuknya daging impor ilegal dari India dan Spanyol yang diduga terinfeksi penyakit sapi gila.

Belum lagi perdangan dalam negeri yang dilakukan rakyat sangat kotor tetapi tanpa kontrol pemerintah. Penggunaan bahan pengawet dan bahan pewarna berbahaya untuk makanan masih terus dibiarkan tanpa kontrol. Tentu hal itu akan meracuni generasi muda kita. Tetapi semuanya dianggap sepele, sehingga cenderung dibiarkan. Peredaran narkoba baik yang diproduksi sendiri maupun impor telah sedemikian luas, seolah tidak bisa dikontrol. Malah malapetaka tahunan seperti pembakaran hutan yang dilakukan oleh para pengusaha dibiarkan berlalu tanpa ada tindakan, padahal kejadian itu tidak hanya merusak lingkungan, tetapi mengganggui kesehatan dan keamanan.

Kalau pemerintah punya ketegasan semua bisa diatasi, musih paling besar pemerintah adalah pihak pemilik modal dan juga para mafia. Kalau pemerintah manut dengan tekanan kapital dan membebek dengan ancaman mafia, maka negara telah kehilaangan substansinya. Padahal negara meniliki aparat keamanan seperti tentara dan polisi. Tetapi seolah jompo menghadapi persoalan bangsa ini, sehingga semuanya dibiarkan tanpa kendali.

Kenyataan seperti ini memang tidak khaas Indonesia, tetapi menjadi umum di negara yang menggunakan system demokrasi kapitalis, termasuk Thailand mengalami penderitaan seperti itu. Karena itu pihak kerajaan dan tentara mengambil alih kekuasaan yang digunakan secara sewenang-wenang oleh para pemilik modal, sehingga mengancam kedaulatan dan keutuhan negara termasuk mengancam keamanan rakyat.

Kalau pemerintah Indonesia tidak mampu mengendalikan kenaikan harga barang, bagaimana mungkin bisa mengendalikan persoalan yang lebih pelik seperti gerakan politik, konflik dan sebagainya. Karena itu pemerintah mesti mengkaji kembali kebijakannya, agar tidak mengancam negara dan tidak merugikan rakyat. Bagaimanapun ketidak mempuan pemerintah mengendalikan harga dan ketidakmampuannya mengendalikan dinamika politik serta keamanan yang ada maka sebenarnya pemerintah telah gagal. Memang pemerintah mendapatkan legitimasi dari rakyat secara prosedural melalui Pemilu uang. Tetapi mereka harus sadar bahwa mereka tidak memiliki legitimasi moral, karena tidak memiliki komitmen kebangsaan dan kerakyatan. Padalah rakyat memebutuhkan pemerintahan yang efektif yang mamapu memerintah dan mampu mensejahterakan raky


Terkait