Risalah Redaksi

Pengkhiantan Kelompok Liberal

Kamis, 3 Maret 2005 | 09:08 WIB

Hingga saat ini bangsa Indonesia masih bermimpi tentang penataan republik yang bisa membawa bangsa ini sejahtera dan terhormat, berbagai agenda pembaruan diselenggarakan. Untuk menyelengarakan agenda ini berbagai upaya ditempuh, mencari dana konsultan serta peralatan yang serba asing dan semuanya dihutang. Kebetulan asing yang dihutangi adalah kapitalis rakus bahkan imperialis yang kejam. Kaum kapitalis-imperialis itulah yang selama ini menjadi partner pemerintah dan kalangan cendekiawan kaum teknokrat dalam membenahi republik ini.

Dengan penuh kepercayaan program pembangunan dijalankan dengan model teknokrasi, yang menolak kehendak rakyat dan hanya menggunakan jasa kelompok terpelajar yang kemudian duduk di kekuasaan lalu disebut dengan teknokrat. Mereka semua para doctor lulusan perguruan tinggi asing, yang belajar teori modernisasi baik dalam bidang ekonomi, politik, sosiologi maupun antropologi. Sementara teori modernisasi tidak lain adalaah teori penaklukan, penaklukan Barat terhadap Timur, penaklukan modernitas terhadap tradisi, penaklukan kaum intelektual terhadap rakyat dan sebagainya.

<>

Hasilnya pembangunan yang dirancang oleh para cendekiawan itu tumbang karena terjerumus dalam krisis ekonomi-politik tahun 1998. Karena mereka belajar ilmu kapitalis, maka sebenarnya mereka menjadi alat kaum kapitalis dan kaum imperialis dalam menaklukkan negeri ini. Hal yang sangat jelas adalah mereka menolak prinsip nasionalisme, mereka menolak populisme, sebaliknya mereka gandrung pada swastanisasi, mereka menghendaki adanya pasar bebas, karena itu menentang negara untuk menyantuni rakyatnya dengan subsidi.

Pola pikir semacam itu yang menjangkiti sekelompok terpelajar yang berpikiran liberal, yang dengan naifnya menolak negara memberikan subsisdi pada rakyatnya dalam memperoleh BBM yang murah. Mereka itu adalah kelas ongkang-ongkang yang kehidupannya sangat mewah, baik karena menuntut negara untuk menggaji mereka secara tinggi, mereka juga menjadi agen pemikiran asing, sehingga menjadi kelompok piaraan yang dibayar mahal untuk mensukseskan agenda-agenda imperialis dalam menancapkan cengkeramannya ke republik ini. Mereka dengan gampangnya atas nama efisiensi, mengkhianati perjuangan rakyat untuk memperoleh keadilan.

Sampai kapanpun kelompok liberal baik yang berkedok demokrasi,  yang berkedok ekonomi ataupun sangat kurang ajar berkedok agama, adalah musuh rakyat dan musuh negara. Karena itu sejauh mereka ada tidak mungkin negeri ini diperbaiki, selera mereka terhadap materi terlampau tinggi, sehingga berani menjual apapun demi perolehan materi, tak hanya negara, agamapun dijual untuk itu. Dan ketika mereka berbuat sedikit saja untuk publik, dia menuntut negara menggajinya dengan sangat mahal, sehingga negara sangat terbebani oleh gaya hidup mereka. Berbagai lembaga dibentu, berbagai institusi berdiri atas nama transparansi dan kontrol, tetapi sebenarnya niatnya tidak lain adalah menciptakan lahan usaha di lingkunagn negara untuk menghidupi mereka yang haus kuasa dan harta.

Mereka itu kelompok yang mengidap penyakit gila asing, karena itu mereka menolak tradisi bangsanya sendiri, mereka menolak sejarah nasional, menolak produk nasional. Dari kalangan semacam itu teknokrat Indonesia muncul, yang karena tidak memiliki kebanggaan nasional hanya menjadi epigon asing, konsumtif secara selera pangan dan pemikiran, tak bisa berpikir sendiri. Karena itu Dari bangsa yang dulunya terhormat di tangan kelompok liberal itu Indonesia menjadi negara boneka, yang hanya makan dari sampah asing, sampah pemikiran, sampah system politik, dan sampah teknologi.

Akibatnya bangsa terhormat ini dihina oleh kaum liberal dengan selera asingnya, yang asal asing, pesawat bekas, kapal bekas, mobil bekas, pakaian bekas bahkan makanan bekas berhamburan di sini. Sementara produk bangsa sendiri walaupun orisinal tapi diangap tradisional sehingga tidak dipakai. Itulah cara berpikir makelar, bukan cara berpikir majikan. Kelehatan mereka keren selalu berdasi, tetapi mereka adalah ambtenaren atau kuli bangsa asing yang menelan apa saja asal asing sambil menghina bangsa sendiri.

Dengan mengumumkan diri secara murahan sebagai pendukung pasar bebas dan swastanisasi itu sebenarnya gerombolan liberal sedang melakukan pengkhianatan secara terbuka,yang tak segan-segan melawan rakyat yang sudah sengsara. Bagi mereka tidak ada opsi lain tidak ada dialog, kalau mereka masih berpikir tentang negara, masih berpikir tentang rakyat, tentu bicara soal kelayakan subsidi, dan bicara soal ketepatan penyaluran alokasi dana. Tetapi tidak yang penting bagi mereka subsidi dicabut, biarkan rakyat makin miskin dan makin menderita, tak peduli asal mereka tetap kaya. Dengan sendirinya pengumuman itu sekaligus sebagai sebuah deklarasi bahwa mereka musuh rakyat. Mereka menempatkan diri sebagai lawan yang harus dilawan (Munim DZ)
***


Terkait