Risalah Redaksi

Saatnya Warga NU Jatim Memilih Pemimpin Terbaik

Selasa, 26 Juni 2018 | 22:00 WIB

Pada Rabu, 27 Juni penduduk di 171 provinsi, kabupaten, dan kota akan melakukan pemilihan pemimpinnya dalam pilkada serentak. Ini merupakan tahapan penting demokrasi lokal yang akan menentukan kondisi masyarakat selama lima tahun mendatang. Pencoblosan hanya berlangsung dalam hitungan detik, tetapi mempengaruhi kehidupan rakyat dalam jangka panjang. 

Bagi NU, wilayah yang mendapat perhatian khusus adalah pemilihan gubernur Jawa Timur mengingat provinsi tersebut merupakan basis utama warga NU. Perkembangan Jawa Timur lima tahun ke depan dan jangka panjangnya sangat penting bagi Nahdlatul Ulama sebagai organisasi untuk memastikan bahwa pemimpin terpilih mampu memimpin dengan baik. Di Jatim, ribuan pesantren, sekolah, dan lembaga amal usaha NU berdiri untuk membantu mendidik dan memberdayakan masyarakat . Sinergi yang baik antara NU dan pemerintah sangat menentukan keberhasilan program-program NU.

Dua calon gubernur yang berkompetisi merupakan kader terbaik NU, yaitu Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dengan nomor urut satu sedangkan nomor urut dua, Saifullah Yusuf-Puti Guntur. Siapa pun yang terpilih, merupakan kader terbaik NU. Khofifah Indar Parawansa adalah ketua umum Pimpinan Pusat Muslimat NU yang sukses menggerakkan para ibu di lingkungan NU dengan beragam program pemberdayaan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai menteri sosial RI. Karier politiknya cemerlang sejak usia muda dengan menjadi anggota DPR RI. Pada era kepresidenan Gus Dur, ia dipercaya menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

Sementara Saifullah Yusuf adalah ketua umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor dari tahun 1999 sampai 2010. Ia juga matang dalam berpolitik dengan menduduki sejumlah jabatan publik. Pelajaran politiknya di bawah bimbingan langsung Gus Dur. Ia menjabat sebagai Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan selanjutnya sebagai wakil gubernur Jawa Timur selama dua periode. Ia paham kondisi Jawa Timur, apa yang sudah dicapai dan apa yang masih harus dilaksanakan.

Sekalipun mereka merupakan tokoh terbaik NU, tetapi Nahdlatul Ulama secara organisasi bersikap netral karena NU sejak tahun 1984 telah menegaskan kembali ke khittah 1926 sebagai organisasi sosial keagamaan. Klaim institusi bahwa NU atau badan otonom di bawahnya untuk menyatakan dukungan kepada salah satu calon tidak diperkenankan. 

Dengan pengalaman beberapa kali penyelenggaraan pemilihan gubernur, warga NU di Jatim sudah cukup matang bagaimana mensikapi hajatan politik ini. Selama proses kampanye dan menjelang pencoblosan, semuanya berjalan relatif tenang. Perbedaan pilihan yang terjadi dalam lingkup keluarga pun kini lebih dihargai. Bisa saja sang suami memilih Saifullah Yusuf sedangkan sang istri lebih mengidolakan Khofifah Indar Parawansa. Diskusi tentang pasangan cagub-cawagub dari program yang ditawarkan bisa dilakukan dengan intens, tetapi keputusan akhirnya tergantung pada hak masing-masing individu.

Ada suatu masa dalam pemilu di Indonesia yang mana perbedaan pilihan menimbulkan pertengkaran dalam keluarga, bahkan sampai menimbulkan perceraian antara suami istri. Seiring dengan kedewasaan dan kematangan dalam berpolitik hal tersebut sudah tidak terjadi lagi. Jangan sampai perbedaan pilihan menimbulkan perpecahan, sementara para kandidat yang bersaing bahkan sudah saling legowo atas hasil yang ditetapkan. 

Debat kandidat juga diselenggarakan dengan baik sehingga masyarakat sudah mengetahui visi dan misi masing-masing kandidat jika mereka memimpin Jawa Timur selama periode lima tahun ke depan. Tapi memilih pemimpin juga ada unsur emosional dan aspek-aspek kedekatan lain yang menjadi perhatian para pemilih. Berbagai survei yang diselenggarakan oleh pihak independen menunjukkan adanya persaingan ketat. Beragam strategi akan dilakukan untuk bisa memenangkan kompetisi ini.

Kandidat yang terpilih memiliki tugas berat untuk melaksanakan janji-janji kampanyenya.  Semasa kampanye, berbagai permintaan dari beragam komunitas diiyakan oleh kandidat demi meraih suara. Menjanjikan sesuatu merupakan hal yang gampang sedangkan untuk melaksanakannya merupakan persoalan berat. 

Di Jawa Timur, sebanyak 4.4 juta orang masih hidup di bawah garis kemiskinan  dari 38 juta jiwa. Kesehatan dan pendidikan juga persoalan yang harus mendapat perhatian serius. Masalah-masalah ini sebenarnya merupakan persoalan umum yang terjadi di Indonesia. Siapapun pemimpinnya, akan menghadapi persoalan sama. 

Berbagai indeks yang dirilis lembaga internasional seperti Indek Pembangunan Manusia (IPM) menunjukkan, Indonesia masih dalam posisi tengah-tengah. Tidak buruk-buruk amat, tetapi juga tidak dalam kondisi terbaik. Upaya perbaikan yang dilakukan di masing-masing provinsi akan membantu memperbaiki kondisi yang ada. Jika kualitas penduduk Jawa Timur meningkat, otomatis kualitas warga NU juga meningkat. Dan kualitas pengelolaan organisasi NU juga semakin baik. Semuanya akan berkorelasi secara positif dalam ruang lingkup yang lebih besar. 

Di tempat lainnya yang mana warga NU memilih pemimpinnya, prinsip yang sama berlaku, bahwa kita harus mencari pemimpin terbaik, yaitu yang memiliki akhlak terbaik dan mampu mengelola pemerintahan dengan baik. Ini merupakan dua sisi mata uang tak tak dapat dipisahkan.  Tidak karena politik uang yang memberikan kesenangan sesaat, tetapi sebenarnya menghancurkan demokrasi. Selamat memilih, semoga menghasilkan pemimpin terbaik.  (Achmad Mukafi Niam)


Terkait