Risalah Redaksi

Solidaritas untuk Muslim Uighur

Kamis, 9 Juli 2009 | 03:43 WIB

Kepedihan yang menimpa etnis Uighur di propinsi Xinjiang Cina Barat daya itu mendapat simpati umat Islam dan masyarakat dunia pada umumnya. Jumlah korban pembantaian oleh tentara merah Cina terus bertambah. Walaupun negeri Tiongkok itu hanya  bertirai bambu, namun tidak mudah memberikan bantuan kemanusiaan ke  Muslim yang sedang nestapa itu. Paslanya tentara Cina bersiaga satu menerjang siapa saja yang datang atas nama apapun termasuk atas nama kemanusiaan. Pemerintah tidak mampu ambil resiko runtuhnya kekuasaan komunis di negeri itu.

Memang Cina sekarang masuk ke dalam kancah pertempuran global, berhadapan dengan dunia Barat, bertempur di wilayah politik, ekonomi dan kebudayaan. Menghadapi pertempuran ini, Cina tentu waspada dan tidak lengah sedikitpun. Setiap terjadinya gerakan protes apalagi kerusuhan, serangan langsung dialamatkan pada musuh bebuyutannya yaitu Amerika Serikat dan dunia Barat pada umumnya termasuk Jepang. Maka tidak aneh kalau setiap gerakan disapu bersih, baik di Tiananmen, Tibet dan Uighur belakangan ini.<>

Merlihat kenyataan seperti itu maka kelompok aktivis mesti berhati-hati dalam melakukan gerakan, jangan sampai kelompok minoritas yang menjadi korban. Memang sejak lama dikhawatirkan akan terjadinya kerusuhan di propinsi Xinjiang itu, mengingat propinsi itu berbatasan dengan Negara lain di Asia tengah, sementara kawaasan Asia tengah telah mulai masuk pada pengaruh Barat, sehingga pemerintah Cina akan terus waspada terhadap gerak gerik masyarakat Asia tengah, terutama yanag beragama Islam.

Keberadaan umat Islam di kawasan itu juga sejak lama menjadi incaran kelompok Islam fundamentalis Timur Tengah sebagai arena jihad mereka. Berbagai provokasi dilakuakn terhadap Muslim di kawasan itu agar memberontak terhadap pemerintah pusat. Tindakan berbahaya it terus mereka kobarkan, sehingga kecurigaan Pemerintah terhadap etnis yang mayoritas muslim itu makin tinggi, sehingga tekanan yang dilakukan juga semakin keras. Bersamaan dengan itu maka munculnya gerakan protes merupakan letupan dari realitas yang terjadi.

Kalau kita menaruh solidaritas terhadap Muslim itu, bukan dengan cara mengobarkan semangat jihad dan datang dengan membawa senjata. Pemerintah Cina sudah terlalu kuat, sehingga sekuat gerakan apapun akan ditumpas dalam ukuran jam. Karena itu menyingkirkan fanatisisme dan berbagai provokasi itu lebih penting, demi keselamatan masa depan kehidupan Muslim di propinsi itu. Kalau tidak, suku itu sendiri akan dimusnahkan sebagaimana etnis Tibet.

Apalagi dalam situasi pertarungan global itu sendiri, Cina akan selalu mengidentifikasi seluruh gerakan itu sebagai provokasi negara Barat untuk merongrong kewibawaan pemerintah Cina. Akhirnya kaum Muslimin hanya akan menjadi korban dari sebuah pertarungan besar antara Cina dengan dunia Barat. Alangkah sayangnya kalau peta ini tidak dipahami mereka, sehingga melakukan perjuangan heroik tetapi membentur pada tembok kekuasaan komunis Cina.

Dengan memahami pertarungan dua kekuatan besar di dunia itu diharapkan kaum Muslimin di negeri itu lebih arif dalam melakukan tindakan. Karena tindakan yang dilakukan akan menumbuhkan luka yang mendalam dan berakibat lama bagi eksistensi suku itu sendiri, bahkan bisa mengarah pada etnic cleansing atau genosida. Kepandaian dalam mensiasati tekanaan lebih penting ketimbang upaya frontal melawan rezim komunis. Kekuatan rezim itu tidak mudah dihadapi kaum militan Uighur. Jalan damai mestinya lebih diutamakan, karena akan lebih menjamin keberlangsungan kehidupan etnis itu dan syi’ar Islam di sana. (Abdul Mun’im DZ)


Terkait