Risalah Redaksi

Wajib Mempertahankan Kedaulatan Negara

Jumat, 5 Agustus 2005 | 12:59 WIB

Selama ini seolah ada pandangan bahwa kolonialisme sudah hapus dari muka bumi sejak berbagai kemerdekaan diproklamasikan, sehingga terpaksa para penjajah memerdekaan negeri jajahannya baik suka rela maupun terpaksa. Seolah setelah itu ada pertobatan, apalagi setelah PBB mendeklarasikan prinsip anti penjajahan, negara Barat yang menjadi pendukung utama lembaga itu seolah telah berobah orientasi dari penjajahan menjadi pembela kemanusiaan.


Penjajah memang telah berubah penampilan, kalau dulu hadir secara fisik dan militer, maka penjajahan modern datang dengan menjajah otak, menjajah cara berpikir. Para kader Negara dunia berkembang dididik dicuci otak diibaratkan sesuai dengan kemauan  mereka. Dengan demikian mereka akan bisa mewakili seluruh kepentingan penjajah di negeri itu. Tentu saja bukan dengan melakukan permusuhan terhadap rakyat, justru ditawari dengan berbagai agenda yang menawan, seperti pembangunan, pendidikan, demokrasi hak asasi manusia tentang lingkungan sehat dan sebagainya.

<>


Dengan prinsip modus ponen, bahwa barang siapa menciptakan sebab akan menguasai akibatnya, maka berbagai program bagus yang berkaitan dengan nasib rakyat tersebut tidak dirumuskan oleh rakyat sendiri, tetapi oleh penjajah, akibatnya seluruh program yang mulia tersebut kemudian dalam perjalananya berubah menjadi sarana penjajahan, dengan para intelektual dan aktivis sosial yang menajdi aktornya. Pembangunan menjadi sarana penguasaan aset-aset Negara, demokrasi digunakan sebagai alat agar mereka bisa memasukkan berbagai kepentingannya. Hak asasi manusia bukan digunakan untuk mensejahterakan rakyat, tetapi digunakan untuk memangkas gerak sebuah bangsa, agar mudah ditaklukkan. Dengan prinsip itu maka semua bentuk pemilihan harus melalui proses pemilihan satu orang satu suara.


Alasan itu pulalah yang digunakan parlemen AS untuk menggugat Peblisit atau Penentuan Pendapata Rakyat (Pepera) yang dibuat pemerintah Indonesia mengenai status Irian Barat  tahun 1969, setelah propinsi itu bisa dibebaskan dari penjajahan Belanda. Lalu dua orang kongres AS mempersoalkan keabsahan Pepera itu,  katanya hanya dilakukan oleh sekelompok elite, dan tidak melibatkan keseluruhan masyarakat melalui referendum. Alasan itu terlalu dibuat-buat, sebab tidak ada satupun daerah lain yang bergabung dengan RI dengan menggunakan prosedur semacam itu. Kerajaan di Sumatera, di Kalimantan di Sulawesi hingga Maluku tidak ada yang melalui prosedur referendum ketika bergabung dengan Indonesia. Dengan cara berpikir liberal yang kebablasan itu semuanya bisa dipersoalkan.
Penjajah tetap penjajah karena ia merupakan kebudayaan yang ditradisikan dari generasi ke generasi, sebagai upaya untuk bertahan hidup. Eropa dan Amerika serta dengan segenap sekutunya masih menggunakan cara pandang penjajah dan bersikap penjajah ketika berhubungan dengan dunia ketiga. Ketika mereka kerjasama mengeksplorasi sumber daya alam, rakyat dimanipiulasi dengan pembagian hasil yang tidak adil. Sistem perdagangan yang curang melalui WTO, perdamaian yang berat sebelah yang ditempuh PBB.
Maka untuk mempertahankana Irian Barat yang mulai diungkit keterpaduannya dengan Indonesia oleh penjajah AS, maka segenap rakyat Indonesai harus bangkit menentang, terhadap siapa saja yang berusaha memecah kesatuan republic ini. Karena begitu lepas maka rakyat Irian akan dicabik-cabik oleh kekuatan kolonial yang rakus itu. Saat ini mereka juga membuat opini tidak adil. Memang selama ini pemerintah orde baru beserta aparat tentaranya berbuat sangat kejam terhadap rakyat Irian dan rakyat Indonesia pada umumnya. Tetapi soal pengerukan kekayaan Irian pemerintah pusat hanya mendapat belasan persen saja. Tetapi sebagian besar diangkut ke AS untuk memperbesar kekayaan negaranya, rakyat Indonesia apalagi rakyat Irian Jaya hanya diberi jatah sangat sedikit. Tetapi dalam persoalan ini seolah hanya Jakarta yang mengisap Irian, sementara AS seperti tidak bersalah mengeksploitasi mereka.


Dalam soal ini jangan terjebak pada soal hukum, bahwa Pepera itu tidak sah. Tidak sebab hal ini sepenuhnya politik kalau sudah politik yang kekuasaan. AS berani bersikap begitu karena merasa kuat. Maka Indonesia juga harus mempertahankan bukan demi hukum, tetapi demi kedaulatan Negara, demi kesejahteraan rakyat, serta melindunginya dari cengkeraman penjajah, yang hendak merebut daerah itu seandainya lepas dari Indonesia. Sejak awal As memang tidak setuju RI mengambil wilayah itu, karena itu tidak bersedia menjual senjata ke Indonesia, akhirnya Jenderal Nasution terpaksa disuruh Bung Karno membeli sejata Canggih sejak dari kapal perang hingga pesawat tempur ke Rusia untuk berjuang membebaskan wilayah itu. Dengan kekuatan senjata dan dengan kekuatan diplomasi akhirnya wilayah  itu bisa dimerdekakan, dengan perjuangan seluruh rakyat Indonesia termasuk yang ada di Irian Barat sendiri.


Dari situ Irian harus dipertahankan, untuk menciptakan kesejahteraan rakyatnya jangan sampai wilayah itu kembali lagi jatuh ke tangan penjajah gaya baru yang berbulu demokrasi. Bagaima


Terkait