SEORANG pemimpin berpengaruh, setiap gerakannya akan menimbulkan pengaruh dan resonansi tersendiri. Bayangkan ketika Zinedine Zidane menerima dan menggiring bola, seluruh formasi permainan berubah sama sekali. Permainan bergerak sesuai dengan gerak sang play maker itu, belum lagi cara dia mengolah bola, yang mampu memadukan antara kekuatan dan kelihaian. Sungguh sebuah pertandingan yang tidak hanya atraktif, tetapi juga sangat dramatik, yang dipertontonkan Zidane dalam even puncak Piala Dunia itu.
Dia tahu bahwa ini panggung dunia di mana dia satu-satunya tumpuan pemain yang mampu menampilkan sebuah seni bermain bola yang indah, setelah dunia merasa jenuh dengan tersingkirnya Brazil dan Argentina. Saat itu tinggal kesebelasan Eropa yang bergaya boldoser, bermaian tanpa seni, tanpa kejutan, hanya gerudukan yang hanya mengandalkan kekuatan. Di tengah kejenuhan itu muncul sosok Zidane Pemain Perancis yang berasal dari Aljazair itu memberikan harapan baru bagi sebuah pertandingan yang indah dan menawan.
<>Sehari sebelum pertandingan puncak itu dimulai semua pihak menyoroti kepahlawanan Zidane, dan di lapangan hijau ia berhasil menunjukkan harapan itu, bakan jauh lebih atraktif dari yang diperkirakan, apalagi dilakukan sebagai pertandingan pamungkas dalam karir sepak bolanya. Karena itu fair play yang selama ini ia junjung tinggi ia terus pertahankan. Pada dasarnya terus fair play sebuah kiat memadukan antara kekuatan fisik dan taktik mengolah bola, dari situlah keindahan muncul, di mana pertandingan bola tampil menjadi pertunjukan seni.
Di tengah keberhasilan menampilkan pertunjukkan yang dipertontonkan Zidane sepanjang pertandingan di Stadion Olympic itu tiba-tiba pemain Italia itu,melakukan pelanggaran terhadap prinsip fair play, "mencengkeram" sang Bintang sambil mengeluarkan umpatan rasis terhadap dirinya. Sebagai muslim teroris. Sebagai bintang yang sudah matang Zidane tidak peduli umpatan seperti itu, karena sudah kerap didengar, maka ia teruskan mengejar bola. Tetapi dia segera sadar bahwa tindakannya membiarkan raisme di lapangan bola itu keliru.
Sebab bukankah say no to racism (pemberantasan rasisme) itu bagian penting dalam pertandingan yang diselenggarakan oleh badan bola dunia (FIFA). Lalu ia berjalan balik sambil berpikir mencari tindakan untuk menghukum pemain rasis, sebab ini momentum sangat penting, yang terjadi di panggung dunia. Sementara wasit tidak akan mampu melihat kenyatan itu. Ia harus bertindak sendiri agar mendapat perhatian dunia, dengan cara tanpa kekerasan. Ia melakukan peringatan bukan dengan kata-kata, sebab tidak akan dilihat oleh telinga dunia, karena piala dunia bukan panggung suara tetapi panggung gerak. Sementara gerak pun tidak boleh dilakukan dalam bentuk kekerasan dengan meninju pakai tangan atau menendang pakai kaki, sebab bisa digolongkan kekerasan. Lalu digunakanlah cara non kekerasan dengan menanduk, yang hanya merupakan simbol perlawanan dan pertanda adanya pelanggaran.
Sang wasit yang hanya tertuju pada bola sebenarnya kurang cermat dalam melihat kenyatan itu, karena ia baru belakangan melakukan tindakan. Pemberian kartu merah itu memberikan arti penting bagi Zidane dalam menampilkan drama politik di lapangan. Kalau tidak, dia tidak bisa membongkar gunung es rasialisme yang terdapat di sana, dan menjangkiti sebagaian besar masyarakat Barat saat ini. Sebagai keturunan Arab dan Muslim Zidane adalah salah seorang korbannya. Zidane memang memang berusaha menciptakan situasi daramatik dalam momen itu untuk mengugah gerakan anti rasis dunia. Bahkan dia sendiri dengan sangat cermat menjalankan tugas yang diemban oleh FIFA.
Ia bukan seorang yang berang seperti diduga banyak orang. Sebagai seorang tokoh besar ia mampu berpikir sangat panjang dalam detik yang begitu pendek. Dia tahu persis kenapa harus bertindak dan tahu pula efek dan pengaruh apa yang diharapkan muncul dari gerakannya itu bagi masa depan gerakan kemanusiaan. Dengan pertimbangan yang masak itu ia melakuakan tindakan, yang tidak sebatas berpengaruh di lapangan bola, tetapi akan menggeser peta rasisme yang melanda Eropa pada umumnya. Di sisi lain akan menggerakan gerakan anti rasisme dunia mengambil reaksi. Benar reaksi politik dan budaya muncul ratusan ilmuwan dari berbagai bidang digerakkan untuk mengkaji makna tindakan itu.
Dengan pertunjukan puncak yang penuh keindahan itu sebenarnya ia telah mengakhiri karirnya sebagai pemain bola dengan cemerlang sehingga memperoleh predikat pemain terbaik dunia saat ini. Di tengah ajang permaianan dunia itu ia mengkhabarkan pada dunia, bahwa dia segera mengakhiri karir itu. Selanjutnya mulai memasuki karir yang lain yakni sebagai aktivis kebebasan kemanusiaaan. Bagaimanapun Zidane adalah simbol gerakan anti rasisme yang sangat berpengaruh.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia barat saat ini masih dikuasai semangat rasisme, meskipun mereka rajin mengkampanyekan pluralisme dan multikulturalisme. Itu hanya sebagai cara mencari tempat di tengan kelompok k