Riset BLAJ

Komunitas Hijrah Jangan Terjebak Politik Praktis

Kamis, 2 Desember 2021 | 07:45 WIB

Komunitas Hijrah Jangan Terjebak Politik Praktis

Ilustrasi

Komunitas hijrah generasi milenial sebaiknya dapat menjaga kemurnian niatan dakwah dengan menjaga dari pengaruh-pengaruh negatif yang memanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik praktis. Kementerian Agama bersama Ormas Keagamaan perlu memberikan bimbingan kepada komunitas hijrah generasi milenial supaya tidak tidak terjebak pada ideolegi yang bertentangan dengan Islam yang rahmatan lil’alamin dengan mengoptimalkan peran penyuluh. 

 

Demikian beberapa rekomendasi dari hasil penelitian berjudul Pendidikan Keagamaan pada Komunitas Generasi Milenial yang dilakukan oleh Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ).


Rekomendasi lainnya adalah agar Pemerintah Daerah melakukan pendampingan pemberdayaan ekonomi untuk mendidik jiwa kemandirian ekonomi anggota komunitas hijrah generasi milenial. Kementerian Agama menjalin komunikasi dengan Dinas Sosial, Polres, serta Ormas Keagamaaan untuk menyusun program-program pembinaan terhadap komunitas hijrah generasi milenial. 


Peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa fenomena hijrah dan berbagai ekspresi keagamaan di ruang publik secara bebas terutama dari umat Islam ini sudah terlihat pada awal-awal era reformasi. Sebuah tonggak sejarah kehadiran segmen kelompok sosial dari kalangan muslim perkotaan berbarengan dengan sikap keberagamaan yang militan. Kesadaran untuk kembali ke hal-hal yang religious ini marak terjadi dikalangan masyarakat di Indonesia, mulai dari masyarakat biasa hingga masyarakat kelas atas, termasuk kalangan artis dan generasi milenial.

 

Bagi generasi milenial, agama saat ini dirindukan sebagai salah satu pelipur lara dalam mengatasi problem kehidupan dunia akibat dari rumitnya persoalan masyarakat modern. Mereka menyadari bahwa semakin mereka mencari penghidupan duniawi, yang didapatkan adalah kehampaan hati. Sehingga banyak di antara mereka yang kemudian kembali belajar agama dengan ustadz atau kiai yang meraka kenal dalam lingkungan sosialnya yang kemudian membentuk komunitas 'hijrah' dengan berbagai identitas.

 

Bentuk dakwah generasi milenial relatif berbeda dengan dakwah pada umumnya. Dakwah yang seringkali diartikan ceramah di tengah-tengah masyarakat dimodifikasi dengan berbagai media dengan dukunga informasi dan teknologi (IT). Dakwah mereka tidak hanya bersifal offline, seperti kajian rutin yang sudah ditentukan waktunya, tapi juga online dengan menggunakan beberapa media sosial, seperti: Instagram (IG), Whatsapp (WA) dan Facebook (FB), Youtube, TV, dan radio serta berbagi dakwah bilhal, seperti: seminar, bakti sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang tidak mampu atau pun terhadap korban bencana, tabligh akbar disertai dengan buka bersama, penyediaan pelatihan ketrampilan kerja, hapus tato gratis, mendirikan pesantren gratis bagi anak tidak mampu serta praktek berniaga secara islami.

 

Materi dakwah yang dikaji oleh komunitas generasi milenial bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis yang dikemas dengan tema-tema seperti Hijrah Cinta, Mencari Cinta Hakiki, Meraih Ridha Ilahi; Tuman Jadi Teman, Urgensi Kedaulatan Finansial, Dilema Anak Zaman Sekarang 'Dilan'; Asyiknya ke Masjid; Parenting Islami; Bahagialah Wahai Para Wanita Perindu Surga; Babul Firasy (Indahnya Malam Pertama); Mapan Dulu? Atau Nikah Dulu? dan lain sebaginya.

 

Berbagai materi tersebut biasanya disampaikan oleh ustadz-ustadz yang berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan Islam, bahkan ada juga dari figur publik, serta ada juga lembaga keagamaan.


Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori