Warta

Akhlak Aswaja Tak Berubah oleh Budaya Baru

Kamis, 28 September 2006 | 12:15 WIB

Jakarta, NU Online
Dengan merujuk akhlak aswaja sebagai perilaku yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, maka budaya baru yang lebih dikenal sebagai dunia modern tak berarti merubah nilai-nilai akhlak yang diterapkan Rasulullah.

Demikian diungkapkan oleh Rais Syuriah PBNU Prof. Dr. Chotibul Umam dalam Pelatihan Dai Kader II "Aswaja dalam Perspektif Islam Rahmatan Lil 'Alamin" yang diselenggarakan oleh LDNU dan Muslimat NU, Kamis.

<>

Dijelaskan oleh mantan rektor Institute Ilmu Qur’an tersebut bahwa akhlak yang dimiliki Rasulullah adalah akhlak qur’ani. “Rasulullah, para sahabat dan para tabiin merupakan model keteladanan aswaja bagi umat yang hidup sesudahnya. Jadi Rasulullah seperti Qur’an yang hidup,” tuturnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Upaya untuk tetap mengikuti jalan Rasulullah tersebut untuk menjaga agak tetap selamat karena jalan rasulullah merupakan satu-satunya jalan yang benar, makanya disebut ahlusunnah wal jamaah.

“Bani Israel akan terpecah menjadi 72 golongan sedangkan umat nabi Muhammad akan terpecah menjadi 73 golongan dan orang yang selamat adalah yang mengikuti jalan Rasulullah,” tandasnya.

Sementara itu Dr. Sri Mulyati juga menjelaskan bahwa Rasulullah berfungsi sebagai referensi utama dalam pengalaman keteladanan Islam. Akhlak merupakan kesadaran yang ada dalam setiap indiidu yang secara aplikatif mendorong manusia untuk berbuat sesuatu. Karena wujudnya sebuah keasaran, maka nilai sesuatu perbuatan seseorang pada dasarnya tergantung pada hakekat dorongan mental spiritual yang ada dalam dirinya.

Sri Mulyati juga menjelaskan bahwa salam misi dakwahnya NU juga menggunakan prinsip Al-‘Adah al Muhakkamah, yaitu tradisi yang kemudian menjelama menjadi semacam pranata sosial, yaitu rumusan hukumnya tidak bersifat absolute dan dapat ditata selaras dengan subkultur sebuah komunitas menurut ruang dan waktunya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Selanjutnya dalam menghadapi persoalan-persoalan kontemporer, NU menggunakan konsep mabadi khoiro ummah dengan menanamkan nilai-nilai as-sidq atau kejujuran, al amanah wa al wafa bi ahd atau dapat dipercaya dan memenuhi komitmen, al- adalah atau berlaku adil, al-ta’awun atau tolong menolong dan al-istiqomah atau berkesinambungan.

“Setiap orang Islam mempunyai kewajiban moral bagi dirinya dan mendorong orang lain berperilaku positif, berbuat baik dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik secara fisik maupun non fisik, melakukan yang memberikan implikasi positif bagi manusia di sekitarnya,” tuturnya.

Rasa kebersamaan yang tinggi yang dimiliki oleh warga NU inilah yang harus terus terinternalisasi dalam diri warga NU yang akhirnya dapat menjadi factor penting dalam tumbuh kembangnya persaudaraan dan kasih sayang. (mkf)