Warta

Aswaja ‘Dikepung’ Kelompok Neo-Lib dan Islam Garis Keras

Jumat, 4 April 2008 | 12:24 WIB

Jakarta, NU Online
Organisasi Islam berhaluan Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama (NU), harus merumuskan ulang strategi gerakannya. Pasalnya, Aswaja, kini sedang ‘dikepung’ dua kelompok yang berhaluan paham saling bertentangan; kelompok Neo-Liberalisme (Neo-Lib) dan kelommpok Islam garis keras.

Pendapat tersebut disampaikan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali dalam Halaqah Ulama NU yang diselenggarakan Pengurus Pusat Lembaga Dakwah NU, di Gedung Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Jumat (4/4).<>

As’ad menjelaskan, kelompok pertama dapat diidentifikasi pada sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang di dalamnya diawaki kalangan muda NU. Tujuannya, kata dia, mengubah dan mengarahkan pola pikir masyarakat Indonesia menjadi individualistis demi kepentingan globalisasi.

“Kenapa globalisasi? Karena, globalisasi mensyaratkan tidak adanya batas-batas negara. Tujuan utamanya kepentingan ekonomi, menjual barang-barang ke Indonesia dengan bebas. Dengan demikian, Indonesia akan berhadapan dengan negara-negara maju dan kuat secara kapital (modal),” terang As’ad.

Kelompok kedua, jelasnya, dapat dikenali pada organisasi kemasyarakatan Islam garis keras. Kelompok ini, katanya, sering kali tidak dapat menerima perbedaan dan keberagaman, seperti halnya merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

“Dalam istilah Pak Hasyim (Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi), mereka adalah kelompok Islam Transnasional. Jargon politik yang mereka usung adalah Khilafah Islamiyah (pemerintahan Islam). Kalau di Arab sana, bolehlah. Tapi, kalau di Indonesia, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) kan sudah final,” papar As’ad.

Halaqah bertajuk "Positioning Ulama dan Tokoh Masyarakat NU Pasca-Harlah" juga dihadiri Rais Syuriyah PBNU KH Ma’ruf Amin dan Ketua PBNU Masdar F. Mas’udi. (rif)