Sabtu (27/6) kemarin, Abd. Ghofur Maimun, MA., salah satu anggota Syuriah PCINU Mesir diberi kesempatan untuk turut membedah buku ‘Ilusi Negara Islam’. Acara yang dipromotori oleh el-Montada (forum silaturahmi mahasiswa pasca sarjana Mesir) ini diselenggarakan di Aula Griya Jawa Tengah, Nashr City, Cairo, dipenuhi oleh lebih dari seratus peserta.
Gus Ghofur, demikian ia akrab disapa, selaku pembicara awal memaparkan deskripsi singkat perihal buku yang amat kontroversial ini. Beliau menjelaskan bahwa baik dilihat dari metodologi maupun substansinya, buku ini memang mengundang deretan pertanyaan. Namun sebisa mungkin pembaca harus bersikap objektif terhadap buku ini.
“Mungkin, sa<>ya yang notabene orang NU bisa saja membaca buku ini dengan santai sembari menyeduh kopi hangat di teras rumah. Namun kawan-kawan PKS dll. pastilah membaca buku ini dengan penuh emosi. Sama halnya ketika saya dan kawan-kawan seideologi akan merasa panas ketika membaca bukunya Hartono Ahmad Jaiz”, papar beliau kala presentasi sebagaimana dilaporkan kontributor NU Online dari Mesir, Muhammad Miqdam Makfi.
Namun, Gus Ghofur menekankan pentingnya ada pembacaan yang seimbang terhadap buku ini. Memang, isi buku ini terkesan menyudutkan kalangan trans-nasionalis. Mungkin karena secara umum, tim penyusun buku ini adalah kalangan liberal yang jelas-jelas menolak eksistensi khilafah islamiyyah. Terlebih bahasa yang digunakan pun amat provokatif. Jelas tidak mencerminkan karya ilmiah yang objektif dan proporsional.
Namun di waktu yang sama, harusnya pembaca sadar bahwa tulisan-tulisan seperti buku ini lahir dari rahim kekhawatiran beberapa kalangan terhadap meruyaknya gerakan Islam garis keras. Kelompok yang disebut trans-nasionalis ini bisa membahayakan keutuhan NKRI jika tidak ditindaklanjuti dengan stigma-stigma yang jelas.
Apa yang disampaikan oleh Gus Ghofur ini diiyakan oleh Cecep Taufiqurrahman, S. Ag. dari Muhammadiyyah selaku pembicara ketiga. Bahkan beliau menyatakan, “jika para penghujat buku ini meyakini kebenaran informasi sebagian peneliti bahwa nama mereka dicantumkan tanpa ijin atau substansi buku sama sekali beda dengan hasil penelitian mereka, maka nilai kontroversi buku ini bisa dikembalikan kepada para peneliti itu. Harusnya, jika memang begitu adanya, para peneliti yang merasa tidak puas ini berani mengangkat persoalan ke altar pengadilan perdata.”
Cecep menambahkan, “selaku aktivis Muhammadiyyah, saya membenarkan beberapa data dalam buku ini, khususnya perihal gerakan tarbiyyah yang semakin menggerogoti kader-kader Muhammadiyyah, NU, dan lainnya. Jika ini dibiarkan saja, maka makna fastabiqû al-khairât akan pudar dan disalahgunakan. Dalil itu tidak selayaknya digunakan oleh seorang lapar yang tanpa tedeng aling-aling ikut makan di piring orang lain seenaknya.”
Sementara itu, pembicara dari PIP PKS Mesir, Iswan Kurnia Hasan, menyatakan jika PKS tengah dan terus berupaya untuk menerapkan esensi syari'at Islam di tanah air.
"PKS telah dan sedang terus berusaha menerapkan substansi negara Islam di Indonesia, sedangkan buku ini masih menyatakan bahwa negara Islam itu ilusi. Jadi buku ini sudah ketinggalan zaman," paparnya.
Terkait isi buku tersebut Iswan menjelaskan, "Banyak kesalahan dalam buku ini, baik secara metodologi riset, seperti metodologi yang dipakai kualitatif namun hasilnya kuantitatif; kesalahan epistimologis seperti tidak ada definisi transnasional; kajian literatur yang tidak metodologis, kajian terminologi yang parsial dan tidak integral, aspek kodikologi yang berbau politis, hingga konklusi dan justifikasi tanpa varian yang jelas, seperti mengkatagorikan PKS sebagai gerakan Islam radikal. Bisa dikatakan, buku ini lahir dalam keadaan cacat."
Fakhrurozi, pengamat HTI, menyayangkan buku tersebut yang terlalu menstigma negatif terhadap apa yang disebutnya "pergerakan Islam".
Diskusi berjalan riuh dan hangat karena Romli Syarqowi, S. Ag. Selaku moderator, mampu menjadi provokator hidupnya diskusi dan penyulut komunikasi interaktif di forum.
Acara dihadiri pula oleh Atase Pendidikan KBRI Kairo, Bapak Dr. Sangidu, M. Hum yang sekaligus membuka acara sore hari itu dengan sambutannya. Sebuah info menarik yang beliau sampaikan adalah tersedianya tunjangan dan beasiswa bagi mahasiswa pasca sarjana, baik s2 maupun s3 untuk menyelesaikan studinya. Rencananya, beasiswa pertama akan diberikan kepada 70 mahasiswa s2 dan 24 mahasiswa s3 di Mesir untuk mendukung prosesi tesis dan disertasinya. (Mc-V/numesir/erm/atj)