Dua ulama deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KHA Muchit Muzadi dan KHA Mustofa Bisri (Gus Mus) meminta Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Ketua Umum DPP PKB H Muhaimin Iskandar untuk "islah" (rujuk) dengan mengembalikan konflik pemecatan Muhaimin kepada AD/ART PKB.
"Saya baru dari Jember bertemu kiai Muchit Muzadi yang menitipkan surat lewat saya untuk Gus Dur, sedangkan Gus Mus (KH Mustofa Bisri) sendiri sudah jelas meminta Muhaimin jangan mundur. Saya mendengar sendiri, kedua deklarator itu minta ada islah," kata adik kandung Gus Dur yakni Nyai Hj Lily Wahid di Surabaya, Sabtu.<>
Didampingi anggota PKB Jatim Nyai Hj Churriyah Imron Hamzah, adik kandung Gus Dur yang dikenal kritis itu mengaku islah itu penting, karena tindakan pemecatan yang dilakukan DPP PKB terhadap Muhaimin Iskandar memang menyalahi AD/ART.
"AD/ART itu ’kan menyebutkan Gus Dur dan Muhaimin itu mandataris Muktamar II PKB Semarang yang akan berakhir hingga 2010, masak Muhaimin yang dipilih 400 pengurus DPC PKB se-Indonesia itu harus mundur dengan keputusan 20-an orang. Itu nggak benar," katanya.
Dalam kesempatan itu, putri kelima dari almarhum KH Wahid Hasyim itu mengaku akan menyampaikan dan membacakan surat pribadi dari KHA Muchit Muzadi kepada Gus Dur secara langsung di Jakarta.
Isi surat yang ditandatangani KHA Muchit Muzadi berbunyi "Saya sangat prihatin dengan situasi dan kondisi PKB. Mulai dari Muktamar Semarang sampai Muktamar Surabaya dan munculnya PKB dan PKNU. Terakhir, dengan kasus Ketua Umum PKB dengan Ketua Dewan Syuro sekarang ini...."
"Tetapi karena saya secara fisik sudah sangat lemah, maka saya hanya dapat ikut berdoa. Semoga Allah SWT memberikan jalan penyelesaian yang sesuai dengan aturan (AD/ART) dan akhlak yang selama ini kita pedomani." (surat diketik dengan mesin ketik manual).
"Jadi, para deklarator PKB menyarankan agar PKB dikembalikan kepada AD/ART. Gus Dur harus tahu bahwa dia diperalat orang-orang di sekitarnya dengan memanfaatkan anaknya Yenny Wahid (Sekjen DPP PKB Zannubah Arifah Chofsoh), sehingga Gus Dur tidak dapat berbuat apa-apa menghadapi anaknya sendiri," kata Nyai Hj Lily Wahid.
Menurut dia, Gus Dur tampaknya menggunakan manajemen "katanya" yang membuat banyak kejadian di PKB bersumber dari informasi yang tak jelas tapi dikemas dengan cara-cara otoriter.
"Buktinya banyak, calon PKB dalam Pilkada di Lamongan dan Bojonegoro yang kalah, pembekuan DPW PKB Jatim pimpinan KH Azis Manshur dan Imam Nahrawi dan pembekuan DPC-DPC PKB, atau pencalonan Achmady sebagai Cagub PKB Jatim. Semuanya menyalahi mekanisme organisasi," katanya.
Ia mencontohkan calon PKB dalam Pilkada di Lamongan dan Bojonegoro sudah melalui mekanisme organisasi di tingkat DPC secara demokratis, tapi akhirnya "dimentahkan" DPP PKB, sehingga calon dari PKB akhirnya benar-benar kalah telak.
"Pembekuan DPC PKB Jatim dengan tuduhan Imam Nahrawi menerima uang juga tidak benar, karena KH Azis Manshur sudah menemui Gus Dur untuk menjelaskan bahwa Imam Nahrawi tak menerima uang tapi justru Yenny Wahid yang menerima, tapi Gus Dur tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi anaknya," katanya.
Bukti paling baru adalah Cagub Jatim. "Achmady yang tak dikenal dan memang dalam seleksi di tingkat DPC PKB se-Jatim hanya menduduki rangking 3 dibawah Mayjen TNI (Purn) Haris Sudarno dan Mayjen TNI (Purn) Djoko Subroto, tapi justru Achmady yang dipilih. Masak, kekalahan di Lamongan dan Bojonegoro belum menjadi bukti?," katanya.
Oleh karena itu, katanya, harapan dua ulama deklarator yang masih hidup hendaknya menjadi "cermin" agar PKB memperbaiki manajemen organisasi yang sesuai dengan aturan yang ada, sehingga manajemen "katanya" akan gagal.
"Apalagi, para deklarator dan para ulama PKB juga sudah mendorong adanya islah dan mengembalikan masalah kepada AD/ART. Praktek-praktek politik yang penuh intimidasi, pemerasan, dan pelanggaran AD/ART PKB harus segera dibersihkan," katanya. (ant/eko)