Jakarta, NU Online
Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyatakan kecewa dan menyesalkan keputusan Presiden yang mencopot Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Saifullah Yusuf dari kabinet.
"Alasan pencopotan itu tidak berdasarkan ukuran kinerja, profesionalitas dan tolok ukur yang jelas. Pencopotan itu lebih didasarkan pada tekanan politik semata," kata kata Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor A Malik Haramain, di Jakarta, Selasa (8/5).
<>Menurutnya, keprihatinan itu muncul karena pencopotan Saifullah Yusuf tidak mempertimbangkan bahwa dia juga representasi PPP. "Harusnya dipertimbangkan juga dong menteri-menteri yang sakit, seperti Menag Maftuh Basuni, Menhan Juwono Soedarsono, Mendagri Ma`ruf," tandasnya.
Demikian pula dengan menteri bermasalah, Aburizal Bakrie dengan Lapindo-nya. Yang jelas, kata Malik, kalau hanya berdasarkan tekanan politik, ini merupakan preseden buruk buat pemimpin berikutnya.
Karena itu, GP Ansor akan berpikir ulang untuk mengkaji sikap akomodatifnya kepada pemerintahan SBY-JK. "Tentu tidak tertutup kemungkinan akan bergabung dengan kalangan oposisi," katanya.
Bahkan GP Ansor akan mengkritisi setiap langkah kebijakan SBY-JK, terutama yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Hal ini akan lebih mendekatkan GP Ansor dengan rakyat kecil dan masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
Padahal, kata Malik, kalau mau jujur harusnya SBY mempertimbangkan bagaimana Meneg PAN memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Meneg PDT yang punya kinerja baik. Di sisi lain, sejak Desember 2006, Presiden SBY mengeluarkan pepres yang memberi kewenangan tambahan pada Kemeneg PDT.
Itu menunjukkan PDT benar-benar serius bekerja. Tidak tanggung-tanggung, Museum Rekor Indonesia juga memberikan penghargaan kepada Saifulah Yusuf atas dedikasinya kepada rakyat, karena selama 2,5 tahun memimpin dia termasuk pejabat yang paling banyak berkunjung ke daerah (200 kabupaten). (ant/rif)