Ketua Umum Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menilai, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilakukan pemerintah untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Menurut Gus Dur, hal itu terjadi disebabkan perilaku malas birokrasi dan para pengambil kebijakan. Padahal, katanya, banyak pakar ekonomi yang mengatakan bahwa kenaikan harga minyak mentah dunia tak harus diikuti dengan kebijakan menaikkan harga BBM dalam negeri.<>
"Para ekonom itu sudah mengatakan kepada saya bahwa sebetulnya ini bisa ditekel dengan cara lain, tapi birokrasinya yang malas, kan," cetus Gus Dur yang juga mantan presiden dalam acara Kongkow Bareng di Jakarta, Sabtu (24/5).
Namun demikian, ia tak merinci cara lain apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk menghindari pilihan menaikan harga BBM. Untuk bisa menyelamatkan rakyat miskin, menurutnya, harus dikerjakan secara sepenuh hati oleh birokrasi. Tapi, katanya, birokrasi tidak mau melakukannya karena tidak mendapat untung.
"Dengan kenaikan harga BBM ini, ya maksudnya pemerintah, sih, jelas, supaya nggak diributkan orang, dibuat BLT. Lho, (BLT) itu ya cuma berapa, yang lain nggak dapat," ujar Gus Dur.
Gus Dur menyatakan, PKB melalui Fraksi Kebangkitan Bangsa di DPR bersama Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera akan mengajukan interpelasi. Sedangkan untuk mewacananakan pemakzulan (impeachment) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum dilakukan.
Di tempat terpisah, PKB kubu Gus Dur, melalui Sekretaris Jenderal-nya Zanubah Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), mendesak pemerintah mencabut kembali keputusan menaikkan harga BBM. Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak memperhatikan penderitaan rakyat.
Jika pemerintah tetap tidak mau mencabut keputusannya, lanjut Yenny, maka PKB menetapkan diri bersama rakyat menuntut hak politik dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan.
"Tidak ada kepekaan pemerintah terhadap penderitaan rakyat miskin. Kebijakan itu semakin memperjelas posisi pemerintah hanya membela kepentingan kaum konglomerat," tuding Yenny.
Argumentasi apa pun yang dilontarkan pemerintah, menurut dia, sama sekali tidak tepat. Apalagi, tercatat sudah 3 kali pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menaikkan harga BBM yang dikalkulasi hampir 200 persen. (ini/rif)