Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, rencana pembubaran Ahmadiyah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri bukan menjadi urusan lembaga konstitusi yang dipimpinnya.
"MK hanya mengurusi 5 perkara, pertama menguji UU, sengketa lembaga negara, perselisihan pemilu, pembubaran parpol, dan impeachment (pemakzulan)," kata Jimly di sela peluncuran buku "Berhentinya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Harmoko" di Gedung JMC, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (21/5).<>
Jimly mengatakan, jika keputusan pemerintah mengenai Ahmadiyah bukan undang-undang, maka hal itu adalah di luar yurisdiksi MK. "Kecuali ada orang yang menafsirkan bahwa pembubaran ormas keagamaan bisa dikaitkan dengan partai. Ahmadiyah itu, kan, bukan partai," katanya.
Menurut Jimly, masalah pembubaran Ahmadiyah ini menjadi yurisdiksi pengadilan biasa. "Jadi kalau ada yang merasa dirugikan (dibubarkannya Ahmadiyah), ya silakan menggugat ke pengadilan biasa dan bukan MK," katanya.
SKB terkait kasus Ahmadiyah hingga kini belum jelas kapan bakal diterbitkan. Namun, Jaksa Agung Muda Intelijen, Wisnu Subroto, menjelaskan, SKB hanyalah bentuk peringatan pada Ahmadiyah. Surat itu bukan bertujuan untuk membubarkan atau melarang segala aktivitas Ahmadiyah di Indonesia.
Peringatan yang dimaksud, jelas Wisnu, agar Ahmadiyah menghentikan semua bentuk pengajarannya tentang paham yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai setelah Nabi Muhammad itu.
"Kalau mereka masih saja menyebarluaskan bahwa nabi terakhir di dalam Islam itu adalah Mirza Ghulam Ahmad, maka pelakunya bisa ditindak secara hukum dengan pasal 156 A KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)," tutur Wisnu.
Ia juga meluruskan pandangan sebagian kalangan yang menganggap SKB tersebut dikeluarkan untuk melarang segala bentuk aktivitas pengikut Ahmadiyah. Menurutnya, pandangan itu keliru. Jamaah Ahmadiyah, katanya, masih boleh melakukan kegiatan yang sifatnya tertutup dan pribadi. (okz/rif)