Keluhkan Pelanggaran Ihrom, Jamaah Usulkan Penambahan Pembimbing Ibadah
Selasa, 9 November 2010 | 00:15 WIB
Segera setelah bertolak dari Madinah, jamaah haji Indonesia gelombang pertama mengambil miqot makani (batas tempat) pelaksanaan dan berniat Ihrom. Jamaah kemudian berumroh untuk haji sebagai rangkaian awal mengambil haji Tamattu'.
Sesampai di Makkah, jamaah pun menuju pemondokan dan meletakkan barang-barangnya di kamar. Nah pada saat ini, banyak sekali di antara jamaah perempuan yang secara tidak sengaja membuka pakaian ihromnya di tempat umum.
/>
"Yah namanya mungkin kecapean atau karena lupa sebab saking capeknya di perjalanan, mencari pemondokan, mengantri dan menata barang-barang. Sehingga banyak di antara jamaah perempuan yang lalu melepas jilbabnya karena kegerahan," tutur Mashuri, salah seorang pemimpin rombongan jamaah haji gelombang satu asal Jawa Tengah.
Menurut Mashuri, kurangnya tenaga pembimbing ibadah di tiap kloter menyebabkan peluang terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti ini sangat besar. Memang jamaah sudah mengikuti latihan manasik dua belas kali di tanah air, namun tanpa pengawasan yang memadai dari petugas, tetap saja pelanggaran sering terjadi.
"Kan tidak semua jamaah haji mengerti benar tentang ilmu agama. Mayoritas bahkan orang awam ilmu agama. Jadi tentu maklum kalau selalau butuh bimbingan dan pengawasan. Pelanggaran ini sering tidak dimengerti kalau tidak mendapatkan teguran atau diingatkan oleh petugas rombongan dan regu atau orang yang mengerti di rombongan tersebut," terangnya.
Mashuri berharap, ke depan mungkin dapat dipertimbangkan untuk menambahkan petugas haji di tiap kloter dan menempatkan jamaah di rombongan dalam formasi yang mempertimbangkan pemerataan orang-orang yang memiliki pemahaman agama di setiap regu dan rombongan.
Ketika keluhan ini dikonfirmasikan kepada Wakil daerah kerja (Wakadaker) Madinah bidang Bimbingan Ibadah, Asnawi Muhammadiyah, membenarkan bahwa kasus tersebut memang sangat mungkin terjadi. Karenanya, pemerintah sudah memperbanyak pelatihan manasik haji di daerah masing-masing, dari sembilan kali menjadi dua belas kali.
"Sedangkan untuk usulan penambahan petugas di tiap-tiap kloter, mungkin dapat dijadikan sebagai bahan wacana ke depan. Kalau memang kasus-kasus seperti ini merata, maka sangat mungkin ditambahkan petugas khusus bimbingan ibadah di tiap kloternya," jelas Asnawi.
Namun Asnawi juga menggarisbawahi bahwa pembicaraan penambahan petugas tentu akan terkait dengan penambahan dana yang tidak sedikit. Sehingga harus juga dipikirkan sumber dana untuk memenuhi keinginan tersebut. (min/Laporan langsung Syaifullah Amin dari Arab Saudi)