Ketua MK: Perda Sebaiknya Tak Gunakan Istilah yang Mengundang Masalah
Sabtu, 16 Juni 2007 | 23:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengkritik maraknya peraturan-peraturan daerah (perda) yang memiliki nuansa atau semangat agama. Menurut dia, sebaiknya perda-perda tersebut tidak menggunakan nama atau istilah yang bisa menimbulkan masalah.
Hal tersebut ia kemukakan saat menjadi narasumber pada Diskusi Interaktif bertajuk “Implementasi Reformasi Konstitusi terhadap Sistem Peraturan Perundang-undangan Indonesia” di Kantor Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (16/6).
<>Diskusi tersebut juga dihadiri Anggota DPR RI Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum PP GP Ansor yang juga mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Saifullah Yusuf.
Menurut Jimly, belakangan marak sekali perda-perda yang memiliki semangat agama Islam atau kemudian lebih dikenal Perda Syariat. Dalam beberapa kasus, perda-perda itu tidak jauh berbeda dengan perda lain pada umumnya. “Hanya saja bedanya, ada yang terang-terangan diberi nama Perda Syariat Islam, ada yang tidak,” pungkasnya.
Baginya, tidak masalah jika sebuah peraturan perundang-undangan diadopsi dari hukum agama atau menggunakan sumber hukum agama tertentu, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. Tetapi, jika peraturan tersebut sudah disahkan dan berlaku sebagai hukum Indonesia, maka hukum tersebut sudah menjadi hukum nasional.
“Kalau ada istilah hukum yang diambil atau diadopsi, misal, dari teori fikih (hukum Islam, Red), jangan dipermasalahkan. Tapi kalau sudah jadi, maka disebut hukum nasional, bukan hukum Islam lagi. Begitu pula dengan perda yang diadopsi dari hukum agama lainnya,” terang Jimly.
Ia mengingatkan, Pancasila sebagai dasar negara merupakan ideologi yang tidak berkepentingan menjadikan Indonesia sebagai negara agama atau sebaliknya, negara sekuler. Pancasila tidak saja terbuka bagi agama-agama, melainkan juga memberikan tempat bagi berkembangnya agama-agama mana pun.
“Pancasila tidak anti-agama, Pancasila tidak benci agama. Tapi, Pancasila berkepentingan bagaimana agama-agama itu bisa tumbuh dan berkembang di negeri ini. Pancasila, melalui negara, memberikan hak yang sama bagi agama mana pun,” ungkapnya. (rif)