Warga korban lumpur panas Lapindo menolak melakukan negosiasi ulang dengan pihak PT Lapindo Brantas Inc. Mereka bersikukuh meminta pemerintah melunasi sisa pembayaran ganti rugi meski bos Lapindo dari keluarga Bakrie mengaku sulit memenuhi Perpres 14/2007 tersebut.
"Tidak ada negosiasi ulang, harus dibayar sekarang," kata salah satu korban Lapindo, Wisnu Aji K, warga Blok AB 13, Kedungbendo, Sidoarjo, kepada wartawan di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (2/12).<>
Menurutnya, jika ada negosiasi ulang, warga khawatir akan dipermainkan dan tidak punya kepastian hukum. Karenanya, warga bersikukuh jika Perpres harus tetap dijalankan. "Dengan perpres itu, maka tindakan kami punya payung hukum. Jika harus negosiasi ulang, siapa yang bisa menjamin," ujarnya.
Sekira seribu korban lumpur tersebut bertahan di Jalan Medan Merdeka Utara. Mereka duduk di satu lajur jalan sehingga arus lalu lintas pun tersendat. Guna bisa menduduki jalan depan Istana ini, terjadi negosiasi yang cukup alot antara pihak demonstran dengan pihak kepolisian.
Aksi itu mendapat pengawalan ketat dari kepolisian dengan membentuk pagar betis di depan Istana. Massa yang datang pukul 10.00 WIB, Selasa (2/12/2008), membawa spanduk besar bertuliskan 'Pokoknya Cash and Carry 80 Persen Tunai Sebagai Tuntutan, Sisa Pembayaran Korban Luapan Lumpur Lapindo' dan "Aku Jaluk Bukti, Dudu Janji'.
Mereka juga mengenakan kaos masing-masing bertuliskan RT di mana mereka tinggal. Kaosnya berwarna-warni berdasarkan kelurahan masing-masing.
Secara bergantian, korban lumpur Lapindo itu juga berorasi menuntut pelaksanaan Perpres No 14/2007 soal ganti rugi korban lumpur Lapindo karena hingga 2 Desember belum ada pembayaran dari Lapindo. (dtc/nam)