Korban Lumpur Besuki Blokir Eks Tol dan Hentikan Penyedetan
Jumat, 15 Februari 2008 | 23:10 WIB
Karena nasib yang tidak jelas, membuat ratusan korban lumpur asal Desa Besuki Kecamatan Jabon Sidoarjo, Sabtu (16/2), melakukan aksi pemblokiran di eks tol Porong KM 41 dan menghentikan pengoperasian pompa pembuang lumpur ke Kali Porong.
Pemblokiran jalan itu dilakukan dengan sirtu dari tiga truk yang dihentikan warga tak jauh dari jembatan Kali Porong ditumpahkan.<>
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes warga yang merasa ditelantarkan oleh pemerintah atau Lapindo Brantas Inc. "Warga sudah kesal dengan kondisi ini. Kami tidak punya status nasib," kata Rokhim, salah seorang koordinator aksi.
Menurut dia, warga akan melakukan pemblokiran jalan ini hingga permintaan masuk dalam peta areal terdampak dipenuhi. Bahkan, mereka sudah bersiap menjaga malam dan siang dengan duduk-duduk diatas tumpahan sirtu tersebut.
Akibat aksi blokir ini, mobilisasi truk pengangkut sirtu untuk penguatan tanggul, dialihkan lewat desa Siring Porong, sehingga mengakibatkan Jalan Raya Porong merambat. Antrean kemacetan sudah terasa hingga Desa Ketapang sejauh satu km.
Pengiriman sirtu dari arah Gempol pun terhambat, karena aksi pemblokiran tersebut. Sedangkan jalur alternatif ke arah Malang juga terganggu. Beruntung, tidak banyak kendaraan yang melewati jalur tersebut.
Kemacetan sangat terasa di pintu masuk Desa Siring karena truk sirtu dari arah Malang langsung masuk ke tanggul lewat desa itu. Untuk Siring ke selatan masih padat merambat lantaran volume kendaraan yang melintas di kawasan ini sangat tinggi.
Kasatlantas Polres Sidoarjo, AKP Andi Yudianto mengatakan kemacetan ini tidak bisa dielakkan karena semua kendaraan truk pengangkut sirtu dialihkan lewat jalur tersebut.
"Penutupan jalur ini akan dilakukan sementara akibat aksi warga. Pihak kepolisian tampak berjaga-jaga agar aksi warga tidak anarkis," katanya kepada Antara.
Sementara itu, Komisaris Utama PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Gesang Budiarso menyesalkan aksi yang dilakukan warga Besuki, karena aksi ini menghambat proses penanganan lumpur di desa itu. "Kalau tidak segera dihentikan, bahaya tanggul akan jebol bisa terjadi lagi," katanya.
Ia mengatakan, semburan lumpur Sidoarjo per harinya mencapai sekitar satu juta barel. Jadi per jamnya sama dengan 24 ribu barel lumpur yang keluar dari pusat semburan. "Kalau pompa tidak bekerja karena dihalang-halangi warga, berapa barel yang tidak bisa mengalir ke Kali Porong. Apalagi, sifat pompa lumpur itu ketika dihentikan, maka butuh waktu lama untuk dioperasionalkan lagi," katanya.
Menurut dia, saat ini tanggul masih bisa menampung luapan lumpur. Namun, kemampuan ini akan terus berkurang, tergantung berapa jam warga melakukan aksi pemblokiran. Jika tidak segera dihentikan bahaya tanggul jebol akan terus terjadi.
Hal itu, karena sistem pompa itu ada sifat blocking di pipanya, sehingga perlu pembersihan pipa sebelum dioperasionalkan kembali. (dar)