Warta

Menunggu Kebangkitan NU Papua

Rabu, 28 September 2005 | 10:23 WIB

Jakarta, NU Online
Masyarakat sering mengira bahwa di Papua yang sebagian besar penduduknya beragama non Islam itu tidak ada  Nahdlatul Ulama (NU).

Memang NU datang ke tanah Papua baru awal 1960-an, tetapi jauh sebelumnya daerah itu telah mengenal Islam, yakni sejak daerah itu menjadi wilayah Kesultanan Ternate-Tidore, bahkan dierkirakan pada masa Kerajaan Giri beberapa daerah itu telah diislamkan.

<>

Tetapi yang jelas, adalah jejak mereka, yakni Islam yang dibawa ke sana adalah Islam ahlussunnah wal jamaah (Aswaja), sehingga kehadiran NU ke sana tidak lebih hanya untuk mengorganisir kembali kekuatan Aswaja yang telah tersebar sebelumnya.

Oleh karena itu hingga saat ini mayoritas penduduk muslim Papua adalah beraliran Aswaja –NU. Kehadiran NU di Papua tahun 1962 itu berkaitan dengan upaya pembebasan Irian Barat yang saat itu masuh dijajah Belanda, sehingga kehadiran NU mengemban tugas kebangsaan yang sangat berat. Saat itu NU menempati posisi strategis dalam Front Nasional, sehingga pemerintah sangat membutuhkan bantuan NU dalam membebaskan wilayah yang masih terjajah itu.

Memang selama beberapa periode ini kepengurusan Wilayah NU Papua sempat tidak terlalu aktif, karena dililit oleh factor nepotisme dalam kepengurusan, sehingga tidak ada control, kompetisi dan dinamika. Tetapi sejak terbentuknya kepengurusan baru PWNU dibawah kepemimpinan H. Waghfir Kosasih dan Sekjen H Komari, yang terbentuk Maret 2005 lalu, suasana menjadi lebih terbuka dan gerak organisasi kembali dinamis.

Tugas pengurus baru ini menurut Ketua PWNU H Waghfir kepada NU Online di kediamannya, adalah melakukan penataan organisasi, yang terlebih dulu mengembangkan partisipasi seluruh etnis sejak dari etnis Jawa, Bugis, Bima, Maluku, dan terutama etnis Papua sendiri, semuanya diakomodir dalam kepengurusan. Langkah tersebut diharapkan NU semakin inkklusif dan semakin luas pengaruhnya dan semakin dinamis karena ada sikap saling memerkaya gerakan organisasi. Berbagai kegiatan mingguan seperti pengajiaan aktif dilaksanakan.

Persoalan penting yang ditangani antara lain soal pendidikan. Selama ini NU Papua telah memiliki beberapa lembaga pendidikan seperti Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) yang meliputi Taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Pimpinan NU melalui Lembaga Ma'arif sedang membenahi manajemen dan kutrikulum Yapis agar tetap berpegang teguh pada nilai Aswaja, dengan mengajarkan keaswajaan di sekolah Yapis. Perlu diketahui bahwa Yapis merupakan lembaga Pendidikan Islam terkemuka di wilayah Timur itu, baik dari segi luas jaringannya maupun tinggi mutunya.

Tugas berat yang telah berhasil dilaksanakan oleh pengurus baru ini adalah menggerakkan cabang, yang selama ini mengalami stagnasi. Saat ini telah terdapat 29 cabang NU yang aktif, 14 cabang di antaranya adalah cabang baru hasil pemekaran kabupaten. Dengan demikian mereka selama ini telah harus bekerja keras membuka cabang baru ke wilayah yang susah dijangkau. Kesiagaan itu menurut Sekjen PWNU, dilakukan agar kader Aswaja yang ada disana tidak direkrut kelompok Islam lain, sehingga mereka tetap bisa menjadi benteng Aswaja di sana.

Strategi itu ternyata berhasil merekrut dan mengorganisir kekuatan Islam yang ada di berbagai wilayah terpencil untuk dipersatukan kembali menjadi gerakan Aswaja yang dinamis. Tidak hanya untuk membuat kebesaran NU tetapi juga untuk syiar Islam dan juga tidak kalah pentingnya adalah sebagai kekuatan nasional untuk menjaga keutuhan wilayah Papua ini agar tidak lepas dari pangkuan RI. ”Ini tugas kami yang utama” kata Waghfir Kosasih ketika mengakhiri wawancaranya dengan NU Online di kediammannya di  Abeura Papua. (mdz)
 


Terkait