MUI Bersikukuh Sertifikasi Halal Tetap Jadi Kewenangannya
Sabtu, 19 September 2009 | 12:48 WIB
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersikukuh bahwa sertifikasi halal untuk produk makanan, obat-obatan dan kosmetika , tetap menjadi kewenangannya, meski Kamis (17/9) lalu, Menteri Agama telah menyatakan bahwa hal itu merupakan hak negara.
"Sejak kemarin, kami menyatakan bahwa sertifikat halal adalah kewenangan MUI. Dan, itu tidak berubah," kata Ketua MUI Pusat, KH Amidhan, di Jakarta, dikutip dari Republika Online.<>
Menurut Amidhan, sebenarnya pihaknya tidak menginginkan berpolemik dalam sertifikat halal yang ada pada Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) tersebut. Namun, fatwa halal yang dinyatakan dalam sertifikat halal pada sebuah produk makanan-minuman, obat-obatan dan kosmetika itu mesti dikeluarkan oleh pemuka agama dalam hal ini adalah MUI.
"Keputusan itu (sertifikat halal oleh MUI) hasil dari keputusan bersama antara MUI dan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah," papar Amidhan.
Selama ini, tuturnya, produk yang dinyatakan halal oleh MUI melalui beberapa proses. Pertama, produk itu masuk ke MUI dalam ini Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI).
Setelah itu, laporan dari LPPOM tentang produk itu dibahas di komisi fatwa MUI. Kemudian, komisi fatwa memutusakan apakah produk itu halal atau haram. "Jika produk itu haram maka tidak dikeluarkan sertifikat halal, sebaliknya jika produk itu halal maka dikeluarkanlah sertifikat halalnya," jelas Amidhan.
Amidhan menambahkan, MUI hanya meminta kepada pemerintah atau DPR pada RUU JPH itu agar fatwa dan sertifikasi halal dikeluarkan oleh lembaga yang sudah berkompeten selama 20 tahun menanganinya, yaitu MUI.
"Selain masalah sertifikat halal, proses lainnya dalam RUU JPH adalah kerja pemerintah dan DPR sebagai pengontrol UU," kata Amidhan menandaskan. (rif)