Warta

MUI Dinilai Telah Jadi Inspirator Tindakan Kekerasan

Jumat, 23 September 2005 | 11:03 WIB

Jakarta, NU Online
Bukti-bukti kekerasan atas nama agama yang dialami kelompok Ahmadiyah belakangan ini, menjadikan pandangan orang yang menyebutkan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menjadi inspirator tindakan-tindakan kekerasan tidak bisa dihindari, kata Direktur P3M Masdar Farid Mas’udi.

"Memang tidak ada kata-kata yang menganjurkan kekerasan (dalam fatwanya). Tapi secara logis fatwa itu bisa memancing tindak kekerasan," katanya dalam seminar Kritik atas Kebebasan Beragama di Indonesia di Jakarta, Jumat. Menurut dia, di saat kecenderungan amuk massa begitu mudah terbakar saat ini, MUI mengeluarkan fatwa yang sungguh beresiko.

<>

Dia mengatakan, fatwa-fatwa seperti itu dipakai oleh orang-orang yang sudah terselubungi kekerasan untuk menjustifikasi aksi mereka seperti yang sudah terbukti terhadap saudara sebangsa hanya karena ada perbedaan kecil soal keyakinan.

Menurut dia, fatwa MUI tentang liberalisme, pluralisme, dan sekularisme terasa sekali tidak didahului oleh proses rekonstruksi dan definisi masalah (tashawwur) yang jernih dan objektif, sebagaimana konsep-konsep soal itu yang telah mendunia.

Dari prosesnya yang singkat, kata dia, proses pengambilan keputusan fatwa itu banyak dipengaruhi kelompok garis keras yang sejak semula sudah punya agenda untuk memunculkan fatwa seperti itu.

Sementara itu Ketua MUI KH Ma’ruf Amin dalam seminar yang sama mengatakan, fatwa MUI seharusnya memang jangan dipakai oleh orang-orang yang mengimplementasikannya secara berlebihan dan dengan cara-cara kekerasan karena hal itu menjadikan fatwa menjadi terdistorsi.

"Tapi jika fatwa dikaitkan dengan kekerasan, maka apa kita juga bisa menerima bahwa terorisme juga disebut ajaran Islam? Karena orang radikal ada di mana-mana," katanya.

Sedangkan mengenai fatwa MUI yang menyebutkan bahwa Ahmadiyah di luar Islam, sesat, dan menyesatkan, kata Ma’ruf Amin, itu tidak ada kaitannya dengan kekebasan beragama atau kebebasan berpendapat.

Soalnya, kata dia, soal Ahmadiyah itu bukan wilayah perbedaan pendapat soal mazhab atau kebebasan untuk memeluk agama yang berbeda, karena Ahmadiyah bukan agama tapi adalah penyimpangan. "Kalau ada penyimpangan harus kembali ke jalan yang benar. Itu inti fatwanya, Ahmadiyah tobatlah," katanya.

Menurut dia, kalau Ahmadiyah diizinkan, maka itu berarti ada prinsip bahwa segala penyimpangan boleh dilakukan, dan implikasinya maka anarkhisme dalam beragama akan terjadi di mana-mana.

Sedangkan Amir Ahmadiyah Abdul Basith mengatakan, Ahmadiyah bukan agama ataupun isme, melainkan sebuah organisasi massa, seperti NU dan Muhammadiyah. "Aliran Ahmadiyah juga tidak ada, karena anggotanya adalah orang-orang beragama Islam," katanya.

Masdar Farid Mas’udi mengatakan, fatwa yang telah memicu kontroversi dan kekerasan itu sebaiknya dipikirkan kembali dengan kedalaman ilmiyah, kearifan, dan kebeningan hati sesuai dengan karakter sejati dari ulama dan keulamaan.(ant/mkf)


Terkait