Warta

MUI Harus Pilah Makna Jihad Sebelum Jadi Kurikulum

Ahad, 4 Desember 2005 | 12:48 WIB

Kediri, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dituntut harus bisa memilah-milah makna jihad sebelum dimasukkan dalam kurikulum pendidikan agama. "Harus bisa dipilah dulu arti jihad yang sebenarnya, karena kalau untuk jihad menurut faham yang dipelajari para santri di pondok pesantren salaf adalah jihad secara ilmiah," kata Ketua Umum PBNU KH Drs A Hasyim Muzadi di Ponpes Lirboyo, Kediri, Minggu sore.

Menurut pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, Malang itu, jihad secara ilmiah adalah jihad dalam tinjauan ilmu fiqih (hukum Islam) yang berarti berjuang meraih kemerdekaan dan kedaulatan. "Bahkan untuk memerdekakan negara ini dulu juga melalui jihad dan waktu itu memang sudah menjadi kewajiban bagi rakyat untuk berjihad," ujarnya.

<>

Hanya saja, jihad yang didengung-dengungkan golongan Islam radikal akhir-akhir ini sudah lain dan substansinya jauh berbeda dengan kondisi jaman kemerdekaan lalu, sehingga yang terjadi adalah perbuatan makar.

"NU menentang golongan itu, bahkan pelaku tak dianggap sebagai bagian dari syuhada, karena itu kalau memang jihad nantinya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan boleh-boleh saja, tetapi jangan untuk jihad yang sudah dipelajari kalangan pesantren salaf," katanya.

Menurut Hasyim, jihad yang dikembangkan di pondok pesantren salaf sudah sangat jelas mengacu pada ajaran agama yang sebenarnya dan tidak mengandung unsur makar sama sekali.

Sebelumnya, pemerintah meminta agar MUI meluruskan masalah jihad sehingga jangan sampai ada pemahaman keliru menyusul terjadinya serangkaian aksi terorisme di tanah air yang dikait-kaitkan dengan masalah jihad.

Permintaan tersebut sebagai bentuk keprihatinan pemerintah kepada tiga pelaku bom bunuh diri di Bali 1 Oktober lalu dalam rekaman video yang dipertontonkan kepada para ulama. Sekarang ini, MUI dan Departemen Agama sedang menyusun materi mengenai jihad untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan agama.(ant/mkf)


Terkait