Penggunaan kekuasaan anti-teror tiga kali lipat lebih ketat, membuat Muslim di Inggris mendapat bagian terburuk dari taktik pencarian dan penghentian kontroversial yang dilakukan polisi, demikian menurut laporan yang dilansir The Times, Jumat (1/5).
"Tindak penyisiran dan pencegahan anti-teror meningkat tiga kali lipat, ini merupakan tanda terjelas jika kekuasaan tersebut disalahgunakan," ujar Corinna Ferguson, salah satu anggota grup Pembebasan.<>
Perhitungan oleh Kementrian Keadilan menunjukkan jika polisi menghentikan, menggeledah, dan menyisir 117 ribu orang tahun lalu, naik dari jumlah 41.924 ribu orang pada tahun sebelumnya.
Padahal kurang dari satu persen orang-orang yang dihentikan diberbagai tempat tersebut ditahan.
Polisi menahan 1.271 orang dibawah kekuasaan kontroversial tersebut namun hanya 73 orang yang benar-benar memiliki kaitan dengan serangan teror.
Penghitungan tersebut menunjukkan ada peningkatan 322 persen terhadap penghentian dan penggeledahan orang-orang kulit hitam, 277 persen terhadap orang Asia, dan 185 persen terhadap kulit putih.
Dengan demikian Inggris dan Wales menjadi saksi peningkatan secara umum penggunaan kekuasaan penghentian dan penggeledahan orang di sembarang tempat--hingga tahun lalu--sebesar 1.035.438.
"Padahal hanya 6 dari 10 ribu orang yang dihentikan ditahan akibat terorisme, baik didakwa maupun divonis" ujar Corinna.
"Dampak tidak proposional terhadap etnis minoritas menjadi lebih besar ketimbang tahun lalu," imbuhnya.
Berlebihan
Para politisi Inggris mencemaskan penyalahgunaan kekuasaan anti-teror tersebut akan semakin mengisolasi etnis minoritas di negara Eropa.
"Ada resiko nyata dari diskriminasi atau kekuasaan berlebihan terhadap para komunitas yang kita andalkan atas kecerdasanya, yang seharusnya menjadi alat lebih krusial dalam memerangi terorisme," ujar Chris Huhh, dari Sekretaris Bayangan Demokrat Liberal.
Hal senada juga disampaikan oleh Chris Gryling, anggota pihak oposisi Sekretaris Bayangan. Ia mengutuk penggunaan kekuasaan anti-teror berlebihan. "Orang akan lebih curiga dengan skala penghentian dan penggeledahan akibat undang-undang anti-teror ini," ujarnya.
"Tindakan semacam itu hanya akan menegaskan lagi pandangan jika kekuasaan anti-teror digunakan semena-mena terhadap hal tidak relevan," imbuh Gryling. (dar)