Seorang Muslimah Amerika asal Somalia, Aisha, mengungkapkan kekagumannya terhadap kitab al-Amtsilah at-Tashrifiyyah buah karangan ulama NU asal Jombang, Jawa Timur, KH Muhammad Ma'shum Ali.
Kitab al-Amtsilah at-Tashrifiyyah yang dikenal dengan nama kitab tasrifan itu menguraikan bentuk-bentuk perpindahan kata dalam bahasa Arab (sharaf) dan dijadikan kitab pegangan wajib di pesantren-pesantren NU.<>
Ketika membuka lembar demi lembar kitab al-Amtsilah at-Tashrifiyyah, Aisha berulang kali berdecak kagum dan mengucapkan kalimat tasbih.
"Subhanallah. Ini kitab sangat bagus sekali. Saya baru pertama kali melihat buku pedoman sharaf sebagus ini," kata Aisha kepada Lulu Mardiah, WNI yang tengah belajar bahasa Arab di Kairo yang tanpa sengaja memperlihatkan kitab al-Amtsilah at-Tashrifiyyah kepada Aisha, sebagaimana dikisahkan kepada NU Online.
Kekaguman Aisha pun kian bertambah, karena sang pengarang kitab yang sangat sistematis itu adalah orang Indonesia, bukan orang Arab. Dan di saat itu juga, Aisha meminta izin untuk memfotokopi kitab yang tebalnya hanya 60 halaman itu.
Kitab al-Amtsilah at-Tashrifiyyah juga dipakai sebagai kitab pegangan dalam mata pelajaran ilmu sharaf di banyak lembaga pendidikan Islam di Pattani, Thailand. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa kawan mahasiswi asal Thailand yang juga sama-sama belajar di Kairo.
Beberapa kitab karangan ulama NU sebenarnya banyak yang berstandar internasional. Sayangnya, PBNU belum memiliki perhatian lebih jauh untuk mempublikasikan dan menyebarkan karangan-karangan bernilai tinggi itu dalam skala internasional.
Di beberapa perpustakaan dan pusat manuskrip di Mesir, misalnya, tersimpan beberapa karya ulama Nusantara yang belum terpublikasikan. Begitu juga di Maktabah Musthafa al-Babi al-Halabi, didapati beberapa kitab karangan ulama NU yang dahulu pernah dicetak pada tahun 1920-an sudah tidak dicetak lagi.
Dalam penelitian dan dataan beberapa kawan NU Mesir, setidaknya tercatat lebih dari 40 kitab kara ulama Nusantara yang tidak diterbitkan lagi di maktabah tersebut, apalagi di Indonesia, keberadaannya pastilah sudah "punah". Tak pelak, kitab-kitab tersebut menjadi barang langka dan mahal karena nilai ilmu dan sejarahnya.
Di harapkan, PBNU, ulama-ulama, dan petinggi NU memiliki perhatian lebih terhadap nasib dan keberadaan khazanah keilmuan yang maha berharga itu, yang kini nasibnya hampir "punah". (atj)