Warta

NU Menolak Bergandengan dengan Alfamart

Jumat, 23 Desember 2005 | 01:15 WIB

Jakarta, NU Online
Jauh sebelum Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadarma Ali membawa manejemen Alfamat ke pesantren, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah lama diajak bekerjasama membangun pertokoan di setiap cabang NU. Waktu itu ritel itu masih dimiliki pengusaha nasional HM Sampoerna. Demikian menurut pengakuat H Ronin Hidayat bendahara PBNU. Selanjutnya NU mempertimbangkan  kalau langkah itu dilakukan bisa-bisa NU dimusuhi rakyat, karena mematikan usaha menengah dan mikro mereka.

Kemudian NU menawarkan kemitraan yang setara agar Alfamart juga mau menerima produk pertanian dan industri rumah tangga warga NU. Alfa mau menerima tetapi dengan seleksi ketat, sehingga kemungkinan yang bisa masuk hanya sedikit. Demikian pula pembayaran dilakukan tiap tiga bulan sekali. Hal itu sangat memberatkan dan akan membuat usaha kecil NU tumbang karena modal akan ngendon selama  tiga bulan di Alfamart dan itupun tanpa kompensasi bunga.

<>

Melihat kondisi seperti itu tawaran kerjasama dengan Alfamart ditolak, agar usaha warga NU bisa tetap hidup. Karena itu PBNU sangat menyayangkan kalau sampai para kiai di pesantren yang selama ini menjadi pembimbing umat malah menerima tawaran tersebut, tanpa mempertimbangkan nasib kehidupan para pengusaha kecil di sekeliling pesantren. Apalagi sekarang ini Alfamat sahamnya dimiliki oleh Phillip Morris, sebuah perusahaan raksasa dari Amerika. Ini akan terjadi pemiskinan, ketika dana rakyat disedot di alirkan ke negara adidaya itu.

Bahkan menurut salah seorang ketua PBNU H. Masdar F. Mas’udi, bahwa bisa dipahami kalau sekarang ini kiai menerima tawaran semacam itu, karena banyak kiai yang melihat dunia hanya seluas pesantrennya sendiri. Tidak mau melihat kondisi jamaahnya. Mereka juga tidak memikirkan lagi kepentingan dan keselamatan nasional. Kiai generasi baru tidak pernah mengalami pahit getirnya perjuangan membangun masyarakat dan bangsa, mereka hanya mewarisi singgasana pesantren, maka yang dipertahankan hanya kepesantrenannya, bukan termasuk masyarakatnya.

Bila Alfamart yang milik Phillip Morris itu merebak di seluruh pesantren, maka usaha sidik jari para santri pesantren sudah tidak relevan, sebab menurut Abdullah Ali (aktivis muda NU), imperilis telah melakukan sidik lidah kaum santri. Dengan demikian cara pikir dan gerakan pesantren mudah dikendalikan, karena selera pesantren sudah terpegang melalui penyediaan barang konsumsi yang serba menawan. Menurut Abdullah biarkan pesantren menyatu dengan masyarakat, saling menopang dan saling menghidupi. Pesantren tetap harus diperankan sebagai pembela umat bukan mengumpankan umat untuk diekploitasi perusahaan asing. (nu)


Terkait