Nahdlatul Ulama (NU) tak mempersoalkan sikap jamaah tarekat Naqsabandiyah di Padang, Sumatera Barat, yang ber-Idul Adha lebih dulu daripada umat Islam pada umumnya. Perbedaan itu sebaiknya tak dijadikan masalah.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU, Syaiful Bahri Anshori, mengatakan hal tersebut di Jakarta, Sabtu (6/12).<>
Menurutnya, NU menghargai umat Islam lain yang memiliki sikap berbeda terkait Idul Adha. “Artinya bagi NU tidak ada masalah, mungkin ada perbedaan dalam penghitungan dan melihat rembulan," ujarnya.
Namun, bagi NU, katanya, Idul Adha tahun ini jatuh pada Senin, 8 Desember. Hal tersebut merupakan hasil penghitungan yang dilakukan Lajnah Falakiyah PBNU yang juga sama dengan penghitungan pemerintah.
Ia juga berharap pemerintah menghormati sikap jamaah Naqsabandiyah yang berbeda dengan keputusan pemerintah dan umat Islam pada umumnya.”Yang penting, bagaimana pemerintah memahami keputusan jemaah Naqsabandiyah," tandasnya.
Pemerintah, imbuhnya, hanya berkepentingan untuk mengondisikan agar semua ormas Islam bersatu dalam menentukan pilihan. "Jadi, meski tidak bisa, tidak apa-apa, asalkan tidak memihak ormas Islam tertentu dan mendiskreditkan ormas Islam lain," harapnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Departemen Agama menyatakan jamaah Naqsabandiyah telah menyalahi kesepakatan dan mengusik komitmen kebersamaan antara pemerintah dan ormas-ormas Islam.
Bahkan, pemerintah juga menyayangkan keputusan Naqsabandiyah karena belum jelas dalil dan dasar penghitungan sehingga Idul Adha jatuh pada Sabtu, 6 Desember.
Para jamaah Naqsabandiyah Padang, Sumatera Barat, yang merayakan Idul Adha kemarin, berpedoman pada perhitungan hari sejak Idul Fitri 1429 Hijriah. (rif)