Jakarta, NU Online
Kedatangan Parlemen Israel dalam sidang Inter Parliamentary Union (IPU) di Bali pada 29 April hingga 4 Mei mendatang, justru akan menambah beban bagi Indonesia sebagai tuan rumah. Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi.
“Kedatangan Parlemen Israel, secara politis, bukan tanggung jawab Indonesia. Tapi karena Israel adalah negara yang menjadi sorotan dunia, maka akan menambah beban Indonesia, terutama beban secara psiko-politis,” kata Hasyim kepada wartawan usai menerima Duta Besar (Dubes) Prancis untuk Indonesia Catehrine Boivineau, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (23/4)
<>Menurut Hasyim, sebagai negara yang kerap ‘bermasalah’ dengan negara lain, terutama dengan negara-negara Islam, kedatangan Parlemen Israel ke Indonesia pasti akan banyak tentangan dari masyarakat. Setidaknya, katanya, pemerintah Indonesia harus memberikan jaminan atas keselamatan delegasi parlemen negara Zionis itu.
“Kemungkinan diributin itu besar sekali. Nah, kalau delegasi (parlemen) Israel itu diributin, maka yang kena jeleknya adalah Indonesia sendiri,” terang Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion for Peace itu.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terhadap delegasi Parlemen Israel itu, Hasyim berharap, pemerintah Indonesia bisa tegas. “(Mahmoud) Ahmadinejad (Presiden Iran) batal hadir di sidang DK PBB karena Amerika Serikat tidak mengeluarkan visa-nya. Nah, Indonesia berani nggak seperti itu?” katanya.
Namun demikian, Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu menyangsikan pemerintah Indonesia bisa bersikap tegas untuk tidak menerbitkan visa bagi delegasi Parelmen Israel itu. “Ada tekanan atau tidak ada tekanan, pemerintah Indonesia sudah pasti tidak berani,” pungkasnya.
Untuk sidang IPU ke-116 yang bakal diikuti 148 negara itu, Hasyim berharap, semoga mampu menghasilkan sesuatu yang berharga terhadap upaya mewujudkan perdamaian dunia, utamanya bagi upaya pembelaan terhadap keadilan di dunia.
“Semoga saja forum parlemen itu mampu membela keadilan dunia. Bukan membenarkan yang kuat, tapi memperkuat yang benar,” harap Doktor Kehormatan bidang Peradaban Islam itu. (rif)