Warta

Perbankan Asing Kuasai Saham Bank Lokal

Jumat, 2 Desember 2005 | 15:38 WIB

Jakarta, NU Online
Bank asing semakin gencar membeli saham bank swasta nasional. Pasalnya, mulai 2009 simpanan masyarakat dalam bentuk tabungan diprediksi semakin tinggi.

"Pada 2009 dengan biaya hidup makin tinggi, keluarga Indonesia makin banyak yang membatasi hanya punya dua anak. Itu berarti tingkat saving akan makin tinggi," ungkap mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Gotong Royong Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengungkapkan hal itu dalam seminar pada Kursus Reguler KRA 38 Lembaga Pertahanan Nasional di Jakarta (1/12).

<>

Meski begitu, Dorodjatun menilai perbankan nasional belum menyadari fenomena itu. Bank nasional, termasuk lembaga keuangan lainnya, seharusnya bisa membaca arah perubahan kebiasaan masyarakat dari pola konsumsi ke pola menabung. Sebaliknya, tren tersebut sudah dibaca bank asing yang terlihat dengan semakin meningkatkan penguasaan saham dalam bank swasta nasional.

"Lihat saja sekarang bank-bank asing semakin gencar membeli saham bank swasta nasional. Upaya itu terjadi karena mereka bisa memprediksi peningkatan pola menabung di masa depan," katanya.

Beberapa contoh bank asing yang memiliki saham di bank swasta antara lain Standard Chartered Bank yang menguasai 31,55% saham PT Bank Permata (Tbk). Sementara itu, April lalu pemerintah juga melepas kepemilikan sahamnya di Bank Niaga. Saat ini kepemilikan terbesar saham Bank Niaga (51%) dikuasai Commerce Asset Holding Berhad, lembaga keuangan asal Malaysia.

Pemerintah melalui PT Perusahaan Pengelola Aset juga tengah berencana melepas 5,04% saham di Bank Central Asia (BCA). Rencana yang sama juga akan dilakukan terhadap beberapa bank negara seperti Bank Nasional Indonesia (BNI). Dengan begitu, penguasaan pemerintah di bank-bank nasional semakin kecil.

Di sisi lain, saat ini yang terjadi adalah masyarakat semakin sulit menyisihkan pendapatan untuk menabung. Hal itu disebabkan meningkatnya biaya hidup setelah kenaikan BBM pada Oktober lalu.

Asosiasi Pekerja (Aspek) Indonesia beberapa waktu lalu melaporkan hasil survei yang menunjukkan biaya transpor buruh dan karyawan meningkat rata-rata 53,81%. Akibat membengkaknya biaya transportasi, total biaya hidup naik 48%.

Kondisi tersebut mengakibatkan karyawan dengan gaji di bawah Rp1 juta per bulan tidak lagi memiliki cadangan untuk menabung. Aspek memperkirakan untuk menyiasati agar kebutuhan hidup terpenuhi, semakin banyak masyarakat beralih memanfaatkan kredit dari bank untuk mengatasi pembengkakan biaya hidup.

Dorodjatun berpendapat naiknya pola menabung akan seiring dengan perkembangan zaman yang mengarah ke sektor pembiayaan. Sektor jasa-jasa, termasuk lembaga keuangan, akan semakin meningkat khususnya di wilayah barat Indonesia seperti di Pulau Jawa dan Sumatra.

Sumber : Media Indonesia


Terkait