Perbedaan metode hisab (perhitungan astronomis) yang menjadi salah satu penyebab perbedan dalam penentuan awal bulan Hijriyah beberapa waktu yang lalu, terutama antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, akan dicari titik temunya. Sebab, dua organisasi kemasyarakatan Islam besar di Indonesia itu kerap berbeda pendapat dalam menentukan awal Ramadhan, juga bulan-bulan lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama (Depag), Nasarudin Umar, di Jakarta, Ahad (31/8). “Insya Allah tidak ada perbedaan,” ujarnya.<>
Nasarudin menjelaskan, pihaknya mencoba menyatukan penetapan 1 Ramadhan menggunakan metode hisab. Dua metode yang dipakai NU akan dicari titik temunya.
“Mana yang lebih dekat, jika NU menentukan sekian, dan Muhammadiyah sekian, maka kita cari titik temunya. Jadi kalau tidak sama, ya didekatkan," ungkap Nasarudin.
Cara lain, yakni dengan rukyat (pengamatan terhadap bulan). Metode ini dianggap akurat. "Rukyat merupakan metode yang digunakan Islam di seluruh dunia," tuturnya. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU memakai hisab dan rukyat sekaligus.
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin menanggapi adanya sejumlah ormas Islam yang melaksanakan ibadah puasa mulai hari ini. Ia mengatakan, "Kalau ada yang seperti itu, itu hak asasi manusia. Asalkan jangan mempengaruhi orang lain."
Nasarudin menambahkan, menurut metode rukyat (melihat bulan), sangat tidak mungkin 1 Ramadhan 1429 jatuh pada hari ini. "Itu berarti mereka rukyat-nya kemarin. Tapi, saya rasa tidak mungkin kemarin sudah terlihat," katanya. (okz/rif)