Warta

SBY Diminta Tegas Menindak Sudi

Rabu, 1 Maret 2006 | 14:41 WIB

Jakarta, NU Online
Pemeritahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dianggap gagal dalam memberantas korupsi di Indonesia. Padahal, pada saat kampanye pemilu lalu, SBY berjanji kepada masyarakat Indonesia untuk menjadikan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Demikian wacana yang mengemuka dalam diolog bertajuk “Tebang Pilih Pemberasntasan Korupsi; Evaluasi Terhadap Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)” di gedung PBNU, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (1/3). Dalam acara yang digelar oleh Forum Mahasiswa Anti Korupsi (Fraksi) terungkap bahwa pemerintahan SBY dinilai tidak serius dalam memberantas korupsi.

<>

Hadir sebagai narasumber pada acara tersebut antara lain, Ismet Hasan (Masyarakat Profesional Madani), Taufikurrahman Saleh (Anggota Komisi III DPR RI dari F-KB), Sulthonul Huda (Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi-Nahdlatul Ulama), Lukarni (Pengamat Hukum) dan Indra Sahnun Lubis (Advokat).

Dalam paparanya, Ismet Hasan mengatakan, Pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini hanya sebatas keinginan SBY semata yang pada Pemilu lalu memang berjanji akan menjadikan Indonesia bersih dari korupsi. Keinginan SBY tersebut tidak diikuti oleh aparat penegak hukum, sehingga sampai saat ini masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas.

“Saya lihat pemberantasan korupsi hanya keinginan SBY saja, karena dia memang berjanji akan memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi belum menjadi kebijakan pemerintah secara tegas,” terang Ismet.

Ketidakseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi, kata Ismet, salah satunya ditandai dengan penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menurutnya, hingga kini, para debitur nakal yang telah merugikan negara tersebut belum satu pun yang diproses secara hukum. ”Lihat saja kasus BLBI, sampai sekarang belum ada satupun orang yang terjerat hukum, minimal satu tahun atau maksimal hukuman mati,” tuturnya.

Selain BLBI, ketidakberanian SBY dalam menindak tegas Sekretaris Kabinet (Seskab), Sudi Silahi juga menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Dikatakannya, SBY seharusnya menindak tegas Sudi yang terbukti telah melakukan KKN. Keberanian SBY menindak Sudi akan menjadi bukti bahwa dia memang komitman dengan janjinya untuk memberantas korupsi.

”Meski tidak korupsi, Sudi itu telah melakukan kolusi. SBY seharunya tegas terhadap dia. Parlemen juga seharusnya meminta kepada SBY untuk memecat Sudi dari jabatanya. Ini menjadi bukti bahwa dia serius,” ungkapnya.

KPK pun tidak luput dari kritikan Ismet. Menurutnya, KPK hingga saat ini juga belum menunjukan hasil kerjanya yang kongkrit. Padahal, lembaga yang dibentuk oleh DPR dalam rangka mempercepat pemberantasan korupsi itu telah banyak menghabiskan negara, yaitu sekitar 50 milyar dari 200 milyar yang dianggarkan.

”Saya lihat KPK sekarang malah menjadi bagian dari Istana. Jadi, KPK harus betanggungjawab dengan tugas-tugasnya. Saat ini ada indikasi KPK akan dikecilkan perannya dengan adanya Timtas Tipikor,” terang Ismet.

Keburukan kinerja KPK, Lanjut Ismet, salah satunya ditandai dengan tidak adanya pengusutan terhadap 12 perusahaan di bawah BUMN yang diduga terjadi korupsi. ”Menteri BUMN pernah menyetorkan perusahaan-perusahaan BUMN yang diduga terjadi korupsi. Hingga saat ini berkas-berkas yang disetorkan itu belum ditangani. Padahal itu sudah satu tahun lalu,” ungkapnya.

Sementara itu, Taufikurrahman Saleh mengatakan, pemerintahan SBY sebenarnya sudah punya niat untuk memberantas korupsi. Sayangnya, niat tersebut hingga kini belum dijalankan dengan baik. ”Problem yang dihadapi memang kompleks. Kelemahan Indonesia ini sebenarya pada implementasi. Di Indonesia ini masjid dan gereja banyak, tapi korupsi banyak juga,” ungkapnya.

Untuk memberantas korupsi, Lanjut Taufik, harus diawali dengan reformasi politik dan reformasi birokrasi. Selain itu, pemerintah, dalam hal ini aparat penegak hukum harus lebih sistemik dalam menjalankan tugas-tugasnya. ”Reformasi itu tidak hanya sekali. Jadi kita harus terus melakukan perubahan-perubahan, karena perubahan itu sendiri butuh proses,” tuturnya. (rif/amh)


Terkait