Jakarta, NU Online
Sertifikasi bagi para guru yang dicanangkan oleh pemerintah menimbulkan sejumlah konsekuensi bagi sebagian besar guru pesantren karena banyak yang tidak memenuhi persyaratan administrasi dan profesionalitas.
Khoirul Fuad, salah seorang pengurus di Ponpes Ali Maksum Krapyak Jogjakarta menuturkan banyak guru pesantren, terutama yang mengajar bidang studi agama, yang diangkat adalah para santri yang pandai, namun banyak diantaranya yang tidak memiliki ijasah formal.
<>“Permasalahan lainnya, karena jumlah guru bidang studi agama banyak, maka antrian mereka untuk bisa ikut ujian sertifikasi juga panjang, beda dengan guru IPA yang bisa cepat,” katanya saat berkunjung ke NU Online baru-baru ini.
Faktor gaji juga menjadi problema yang harus diselesaikan terkait dengan masalah sertifikasi. Dalam ketentuan, guru yang lulus dalam program sertifikasi berhak mendapatkan tambahan gaji sebesar gaji pokoknya.
Masalahnya muncul karena dalam SK pesantren, banyak diantaranya yang hanya tercantum gajinya hanya sebesar 200 ribu rupiah sehingga ketika lolos sertifikasi, ia juga hanya mendapat tambahan 200 ribu.
Untuk mensiasati hal ini, sejumlah pesantren mensiasatinya dengan membuat SK baru dengan gaji bagi para gurunya yang rata-rata besarnya 75 persen dari guru negeri. “Namun ada klausul pembayarannya sesuai dengan kemampuan pesantren,” imbuhnya.
Program lain yang dijalankan untuk peningkatan kualitas guru adalah mengikutkan mereka dalam program akta IV yang menjadi persyaratan bagi para guru kuliah di jurusan non pendidikan. (mkf)