Warta

Ulama PKB Gelar Halaqoh Kebangsaan Bahas Konstitusi

Rabu, 28 Maret 2007 | 02:04 WIB

Jakarta, NU Online
Para ulama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan menggelar "Halaqoh Kebangsaan" yang membahas konstitusi Indonesia pada 6-8 April mendatang, di Jakarta. Demikian diungkapkan Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menerima sejumlah anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa MPR di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (27/3)

Menyinggung Halaqoh Kebangsaan yang merupakan hasil kerja sama PKB dengan Mahkamah Konstitusi (MK) RI itu apakah karena ulama selama ini belum memahami konstitusi negara sehingga terus menjadi perdebatan dan bahkan mendirikan parpol dengan asas Islam, Gus Dur menilai kalau ada yang mendirikan parpol berasaskan Islam itu bukan ulama. “Mereka itu cuma pakai sorban dan memang tidak memahami konstitusi dalam berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

<>

Tapi, untuk ulama PKB dan NU yang akan ber-halaqoh itu, menurut Gus Dur sudah memahami konstitusi itu dan mengenalkan kembali dalam konteks berbangsa dan bernegara yang lebih luas lagi sesuai dengan tuntutan zaman. Konstitusi sangat penting dalam bernegara ini. "Karena itu, apakah sudah benar pemerintah saat menegakkan moral sesuai konstitusi itu atau tidak? Jika tidak, maka para ulama dan parpol harus mengingatkan pemerintah," katanya.

FKB MPR dalam Halaqoh Kebangsaan bertajuk "Mengawal Konstitusi untuk Rakyat" itu juga melibatkan seluruh ulama dan kiai PKB dan NU se-Indonesia. Dengan menghadirkan para pakar dan ahli, baik yang pro dan kontra terhadap rencana amandemen ke-5 UUD 1945 serta terkait juga dengan amandemen penguatan fungsi dan peran DPD RI.

Dalam kaitan penguatan peran, tugas dan fungsi DPD, 8 anggota FKB MPR; Prof Cecep Syarifuddin (Ketua), Prof Dr Mahfudz MD (Penasihat), Effendy Choirie (sekretaris) dan Abdullah Azwar Anas, Saifullah Ma`shum, Bisri Kholil, Bisri Karim dan Asra Sutisna, telah menyatakan dukungannya untuk dilakukan amandemen konstitusi, khususnya mengenai Pasal 22D tentang DPD.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Presiden RI itu mengaku tidak percaya dengan hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (LSI) jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono popularitasnya terus merosot hingga suara 49,7 persen dibanding waktu sebelum mendukung sanksi terhadap Iran tersebut.

Hasil LSI itu, kata Gus Dur, tidak sepenuhnya benar terlebih sekarang lembaga survei bisa dipesan dan dibayar, termasuk suara PKB yang kata LSI akan berkurang pada Pemilu 2009. Gus Dur tidak percaya. "Itu bohong. Wong survei-survei itu bisa dipesan," ungkapnya sambil tertawa.

Namun demikian, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu mengingatkan kepada pemerintah terkait dengan dukungan Indonesia terhadap sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) terhadap Iran. Selama ini, katanya, Presiden, MPR, DPR, DPD dan rakyat Indonesia mendukung program nuklir Iran untuk damai.

Gus Dur juga mengingatkan, wacana hak interpelasi yang digulirkan DPR bisa berbuah pemakzulan (impeachment), jika Presiden terbukti melanggar Undang-Undang. Apalagi politik luar negeri RI adalah bebas-aktif. “Karena itu silakan DPR melanjutkan hak interpelasinya itu. Sebab, indikasi pelanggaran pemerintah ini makin hari makin banyak,” ujarnya.

Contohnya, kata Gus Dur, uang Tommy Soeharto dari Bank PNB Prancis sebesar 10 juta dollar AS itu tidak boleh dikirim melalui rekening Hamid Awaluddin sebagai Menkum dan HAM maupun Yusril Ihza Mahendra.

"Itu tidak boleh dan jelas melanggar undang-undang, karena uang Tommy Soeharto itu swasta, sehingga tidak boleh menggunakan instansi pemerintah," katanya. (rif)


Terkait