Jakarta, NU Online
Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan tanggapan atas penyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang ajakan menaati konstitusi. Ia justru balik mempertanyakan konstitusi mana yang harus ditaati tersebut.
“Seperti yang dikatakan oleh SBY, cabut mandat kepresidenan tidak sesuai dengan UUD. Pertanyaannya, UUD yang mana? Yang UUD 1945, belum pernah dicabut dan UUD yang hasil amandemen belum disahkan,” gugat Gus Dur saat menerima kunjungan rombongan anggota DPR-RI Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (23/1)
<>Seperti dikatakan SBY saat menghadiri penutupan peringatan Hari Bangkit ke-5 Partai Bintang Reformasi (PBR) pada Sabtu (20/1) lalu, Presiden mengajak semua elemen bangsa untuk menghormati dan menaati konstitusi, aturan main dan etika politik dalam berbangsa dan bernegara.
“UUD 1954 itu belum pernah dicabut, sedangkan UUD yang hasil amandemen itu juga belum pernah disahkan dan belum tercantum dalam lembaran negara. Kita bingung akan memakai undang-undang yang mana,” tambah Gus Dur yang juga Ketua Umum Dewan Syura DPP PKB menegaskan.
Gus Dur yang mengatasnamakan Presidium Komisi Nasional Penyelamat Pancasila dan UUD 1945 itu mengungkapkan, saat ini tengah terjadi krisis konstitusi. Akibatnya, terjadi berbagai pertentangan dan gejolak di tengah masyarakat.
“Karena itu muncul gerakan di luar konstitusi seperti meminta cabut mandat pemerintahan maupun menuntut SBY mundur,” pungkas mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
Saat ini ada “dualisme” konstitusi. Pertama adalah UUD 1945 yang asli serta perubahan UUD 1945 Amandemen atau disebut dengan UUD 2002 yang sekarang diberlakukan secara politis mempergunakan kekuasaan formal.
“Solusi untuk menghidari ancaman perpecahan dan berbagai pertentangan itu, maka Presiden (SBY) harus menjalankan Pancasila secara murni dengan memberlakukan lagi UUD 1945 hasil Dekrit Presiden 5 Juli 1959,” demikian disampaikan Gus Dur.
Dalam kesempatan itu, Gus Dur meminta kepada FKB agar melakukan pengkajian secara lebih mendalam terhadap UUD 1945 maupun UUD hasil amandemen. “Dari studi itu baru bisa mendapatkan pengetahuan yang obyektif sehingga bias mendapatkan usulan-usulan. Seperti, UUD saja juga mengusulkan Otoda (otonomi daerah-red) yang tidak ada dalam UUD 1945. Nah ini perlu dimasukkan dalam UUD atau cukup dengan UU organik,” terangnya. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua