Wawancara

Pesantren sudah Lama Selamatkan Lingkungan

Selasa, 18 November 2008 | 08:00 WIB

Masalah perubahan iklim dunia dan rusaknya lingkungan kini menjadi keprihatinan dunia. Upaya penyelamatan lingkungan telah menjadi agenda bersama yang dikoordinasikan secara global.

Meskipun luput dari hiruk pikuk membicarakan masalah ini, Pesantren Walisongo di Tuban Jawa Timur telah menjaga dan merawat lingkungan sekitarnya agar tetap kondusif bagi kehidupan sejak lama. Apa saja yang telah dilakukan oleh pesantren yang diasuh oleh KH Nur Nasroh, berikut ini wawancaranya dengan Mukafi Niam disela-sela Konferensi Agama-Agama untuk Perubahan Iklim yang diselenggarakan oleh Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan pada 3-5 Novermber lalu di Jakarta.
;

Bagaimana upaya penyelamatan lingkungan yang dilakukan oleh pesantren Walisongo?

Kepedulian terhadap lingkungan kami lakukan dengan penghijauan, penyelamatan sumber mata air sampai dengan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Kita juga mendirikan sebuah pendidikan berupa SMK Kehutanan.

Kami melakukan penghijauan sejak tahun 1977 dan terus berlanjut sampai sekarang. Total ada 440.6 hektar dengan 121.6 hektar milik pesantren dan 319 hektar di kawasan perhutani.

Kami menanam jati plus dengan umur produksi 15-20 tahun. Dari analisa di Puslitbang, jati usia 9 tahun sudah memiliki garis tengah 27 cm, kalau keliling berarti ada 81 cm, ini 9 tahun. Kalau 18 tahun kan 160-an cm, dan garis tengah sekitar 40 cm. Berarti usia 18-20 tahun ada satu gibik (kubik) dengan kualitas A3 yang saat ini 4 juta, sehingga dalam 20 tahun, satu hektar 416 pohon menghasilkan uang sekitar 1.6 M rupiah.

Kalau kita ingin panennya rutin setiap tahun, seandainya kita memiliki tanah 5 hektar, berarti setiap tahun kita tanam ¼ hektar, yang nantinya menghasilkan 104 gibik. Dikalikan 4 juta berarti ada 416 juta per tahun.

Lalu bagaimana upaya penyelamatan mata air ?

Upaya penyelamatan mata air sudah kami lakukan di Ngomang, Murgung, Ngaglik, Prataan, Pacing, Malo dan Krawang. Kita serius menangani sumber karena dulu petani gampang mendapat air untuk irigasi, tapi sekarang sudah mati. Yang semula mata airnya ada 17, tiba-tiba mati tinggal 6 sumber air sehingga tidak bisa untuk pengairan sawah. Apalagi 6 sumber air ini saja sudah digunakan untuk kepentingan air minum di 8 desa di kecamatan Montong, yaitu Guoterus, Ngindahan, Tanggulangin, Talangkembar, Topar dan desa sebelahnya.

Kemudian kita tangani bersama dengan Kepala Kesatuan Pemangku Hutan (KKPH) Parengan, Kita kerjasama dengan Dandim, melibatkan pramuka, Perguruan Setia Hati, SMKN Kehutanan, juga melibatkan CBP IPNU, alhamdulillah sumber mata air yang asalnya 6 meningkat menjadi 14, sehingga masih kehilangan tiga, tapi sangat mungkin yang tiga ini bisa kita pulihkan kembali di musim hujan ini.

Nilai tambah ekonomi dari pulihnya mata air ini apa?

Selain untuk air minum juga digunakan untuk pengairan sawah di kecamatan Singgahan di 11 desa, dengan total luas lahan 3800 hektar. Lha sawah itu per hektarnya panen 2 kali, setiap panen dapat 8 ton dengan harga 2 ribu rupiah per kilonya. Berarti 16 juta, dan 32 juta kalau panen dua kali. Kemudian kali 3800 hektar, berarti nilainya ada 121,6 M.

Kemudian diantara taman padi yang satu dengan yang lain ditanami jagung, yang per hektar bisa menghasilkan 7 ton dan 1 kilo juga berharga 2 ribuan. Berarti 14 juta kali 3800 hektar, kira-kira ada 53 M. jadi totalnya 174 M.

Kaitan antara pemulihan mata air dengan penyelamatan hutannya bagaimana?

Pemulihan mata air memungkinkan masyarakat menanami lahannya, ada orang kerja. Berarti kita sudah bisa menampung tenaga kerja beberapa ribu orang dan andaikata beberapa ribu orang ini tidak bekerja, lalu masuk di hutan, kira-kira berapa ribu gibik akan habis. Dari 80 ribu orang penduduk disini kalau ngambil satu-satu sudah 80 ribu gibik. Ini adalah upaya kita bersama, dari NU, GNKL, dari Perum Perhutani, Administratur Perhutani Parengan sangat aktif dalam hal ini.

Kapan Pesantren Walisongo ini didirikan?

Pada tahun 1977 dan saya langsung aktif menangani, saat itu hutannya masih rimbun, tapi saya sudah berfikir kalau pohonnya, yang waktu itu sudah berumur 60 tahun ke atas ditebang, kemudian tidak ada penanaman generasi baru, pasti akan gundul.

Tanaman dari tahun 1977 sudah kita panen dan sudah bisa digunakan untuk menghajikan santri. Tahun 1986 saya juara nasional terbaik untuk petani hutan. Saat itu masih zaman pak Harto, penyerahannya di Kalimantan Barat, di desa Mandor dan menteri kehutanannya masih pak Jamaluddin.

Tahun 1998 saya juara terbaik nasional untuk penghijauan. Tahun 2004, saya juara terbaik Jawa Timur untuk perintis lingkungan. Tahun 2002 saya terbaik lingkungan hidup di Jawa Timur.

Prioritasnya sekarang apa?

Saat ini saya masih perlu membangun dan menyentuh orangnya. Kalau orangnya tak dibangun kan susah, akhirnya saya mendirikan sekolah menengah jurusan kehutanan.

Kami melakukan kaderisasi untuk sadar lingkungan dari usia dini yang agar bisa mempengaruhi keluarganya, lingkungannya, tetangga-tetangganya, sekalian memberikan contoh pada pesantren lain agar berparatisipasi bahwa penghijauan adalah bagian dari sunnatullah dan sunnah rasul.

Nabi bersabda seperti diriwayatkan oleh Said al Qudri yang jika diterjemahkan bebas bahwa dunia itu indah dan hijau dan sesungguhnya Allah membuat khalifah di dunia dan Allah akan memantau sejauh mana mereka berbuat “hijau” di muka bumi.  Maka NU dasarnya adalah hijau.

Dasar agama yang lain adalah sebuah ayat “Apa kamu tidak mengerti bahwa Allah menurunkan hujan dari langit ke bumi akhirnya bumi ini dijadikan hijau, lalu kamu jangan sekali-kali membuat kerusakan ketika bumi dalam kondisi yang baik.” Maka kami harapkan nanti dari pesantaren yang lain bisa mencontoh bahwa peduli lingkungan adalah bagian dri ibadah.

SMK kehutanan ini sudah berdiri selama tiga tahun dibangun diatas tanah 5 hektar, lulusannya diharapkan bisa bermanfaat dan sebagai kaderisasi. Kalau total santri putra dan putri sekitar 1600-an.

Saat ini isu lingkungan jadi perhatian internasional, Apakah mendapat dukungan dan bantuan dari komunitas internasional?

Tidak, saya juga tak pernah berfikir ke sana, ini ibadah saja untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.

Sosialisasi ke pesantren lain tentang perlunya sadar lingkungan?

Ya pasti kita sosialisasikan, apalagi saya juga pengurus NU Jawa Timur, di cabang mustasyar, di MUI juga dewan penasehat, di PKB juga dewan penasehat, kemudian di organisasi kemasyarakat lain dan dari alumni pesantren saya sudah 6000 orang, itu saja pada saat peringatan hari jadi pesantraen juga tetap kita sosialisasikan dan saat jadi kiai, mereka juga menyebarluas program ini sampai dengan Balikpapan, Lampung, Sulawesi, Bali dan lainnya, hampir merata, lebih-lebih kalau di Tuban, hampir 329 desa di Tuban sudah melakukan itu, dan manfaatnya seprti itung-itungan tadi.

Selain itu, bekerjasama dengan KKPH Parengan, kita mengirimkan bibit 20 ribu bibit tanaman untuk penanggulangan erosi di Bawean Gresik. Kita juga mengirimkan bibit ke Danpusdik Hamkamnas, kita kirimi bibit jadi di sana.

Upaya lainnya?

Kemungkinan lain adalah pengembangan pohon kepuh. Kalau sekarang digalakkan menanam Jarak, ini kan hanya dapat minyaknya saja, tapi kalau kepuh, dapat minyak dan pohonnya juga dapat dipergunakan untuk bahan bangunan atau untuk keperluan lainnya. Kita harapkan peamerintah juga berfikir ke sana. (mkf)


Terkait