Balitbang Kemenag

Awal Pernikahan Kiai Bisri Syansuri dan Pembangunan Pesantren Denanyar

Ahad, 23 September 2018 | 03:30 WIB

Awal Pernikahan Kiai Bisri Syansuri dan Pembangunan Pesantren Denanyar

Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar

Jakarta, NU Online
Subhan Ridlo dalam tulisanya Jejak-jejak Perjuangan KH Bisri Syansuri Jombang yang dimuat dalam buku Khazanah Islam Jawa terbitan Balai Litbang Semarang, juga menyebutkan masa awal berumah tangga Kiai Bisri. 

Rumah tangga Kiai Bisri diawali dengan kisah pada suatu saat Nur Khodijah, adik perempuan Abd Wahab Hasbullah dan ibunya menunaikan ibadah haji di Makkah. Tak lama dari kedatangan mereka berdua di Makkah, Abdul Wahab berupaya menjodohkan adiknya dengan Bisri Syansuri. Niat baik Abd. Wahab direspons dengan baik sehingga perjodohan antara Nur Khodijah dengan Bisri Syansuri dilakukan oleh Abd Wahab berjalan dengan lancar.

Setelah menikah KH Bisri Syansuri pulang Indonesia. Pada awalnya KH Bisri Syansuri ingin pulang ke Tayu. Namun, atas permintaan keluarga istrinya, ia bersedia menetap di Tambak Beras. Proses mencari menantu yang dianggap mumpuni dalam ilmu agama di kalangan pesantren telah menjadi kultur, karena dapat meneruskan perjuangan syiar agama, apalagi Jombang termasuk daerah pedalaman yang budayanya berbeda dengan budaya santri. Oleh karena itu KH Bisri sangat dibutuhkan di Jombang, khususnya di Tambak Beras.

Walaupun KH Bisri Syansuri hanya dua tahun tinggal di Tambak Beras, ia mempergunakan waktunya untuk membantu mertuanya di bidang pendidikan dan pertanian. Selama dua tahun itu pula ia menggunakan waktunya untuk belajar bagaimana menghidupi keluarganya dengan cara bertani. Ia juga belajar bagaimana mendidik dan mengelola pesantren sebagai basis perjuangan. Maka setelah dipandang cukup mapan oleh mertuanya, ia diberi sebidang tanah di desa Denanyar, tak jauh dari Tambak Beras untuk dikelola dan kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang.

Pernikahan antara Bisri Syansuri dengan Nor Khodijah, gadis rupawan putrid H Hasbullah Tambak Beras dikaruniai sembilan orang anak. Anak pertama meninggal waktu kecil; kedua Ahmad Atoillah, yang dikenal dengan nama KH Ahmad Bisri; ketiga, Muassomah. Berikutnya Muslihatun, Sholihah, Musyarofah, Sholihun, Ali Abd Aziz, dan Shohib.
Membangun Pesantren Mambaul Ma’arif

KH Bisri Syansuri beserta istrinya pada tahun 1917 M mendirikan pesantren di atas tanah milik pribadi di Denanyar Jombang (Arsip daftar sejarah hidup lengkap KH Bisri Syansuri). Hal tersebut juga tidak lepas berkat dorongan mertua, H Hasbullah dan restu gurunya, Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari.

Pesantren Mambaul Ma’arif berada di Desa Denanyar, 1,5 kilometer dari kota Jombang arah barat. Keberadaan pesantren ini berawal dari kedatangan sepasang suami istri yang mendirikan rumah dan kemudian sebuah surau untuk tempat beribadah di tempat baru itu. Tidak lama setelah itu, tempat itu berfungsi sebagai tempat menerima santri yang datang dari tempat lain untuk belajar kepada pendiri suaru itu. Dengan kehadiran satu, dua orang santri, dan dengan munculnya seorang kiai di tengah-tengah masyarakat, makaterbentuklah sebuah pesantren. 

Desa Denanyar adalah lokasi paling rawan yang ada di Jombang waktu itu. Letaknya di pinggiran kota dekat sebuah pabrik gula dan di tepi jalan negara yang menghubungkan Surabaya dan Madiun. Hal ini memberikan kesan tersendiri kepada desa tersebut yaitu desa yang penuh kekerasan, karena terkikisnya nilai-nilai moral yang luhur dan kuatnya peranan modal pada tingkah laku masyarakat. 

Bromocorah merajalela, dan pembunuhan terjadi setiap hari. Perampokan pada pejalan kaki yang melalui desa itu merupakan kejadian yang hampir setiap hari terjadi. Besarnya jumlah wanita tuna susila yang dilokalisisr oleh pemerintah di tempat itu, merupakan gambaran pola umum kehidupan masyarakat di desa tersebut. Medan yang sulit bagi tujuan pengembangan ajaran agama, tetapi juga merupakan tantangan menarik bagi pribadi-pribadi luar biasa, seperti KH Bisri Syansuri.

Dimulai dari kiprahnya secara perorangan, ia memberikan contoh agama dapat membawa kepada kesejahteraan hidup bila ajaran-ajarannya dilaksanakan dengan tuntas. Upaya kiai baru di desa Denanyar itu merupakan permulaan dari sebuah usaha besar, yang belum selesai hingga saat ini.

Kiai Bisri memulai kiprahnya dalam kehidupan bermasyarakat dengan bekerja. Mula-mula ia mengatur kehidupan pertaniannya sendiri, untuk menyangga pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan tersebut.

Kemudian ia memulai upaya mengajar anak-anak para tetangga sekitarnya. Upaya ini pada awalnya mendapat tantangan hebat dari mereka yang tidak menyetujui usahanya. Pemerintah desa Denanyar kalaupun tidak menentang usahanya itu, paling tidak telah menunjukan sikap tidak memberikan perhatian terhadap usaha itu.

Hal itu dapat dimengerti karena para lurah dan perangkatnya di daerah Denanyar dan sekitarnya terkenal sebagai tokoh-tokoh yang justru membangun kekuasaan mereka karena keberanian yang mereka tunjukan dalam pertarungan-pertarungan fisik. Kekerasan adalah bagian dari latar belakang kehidupan mereka, juga acara hiburan seperti tayuban yang tidak memperdulikan nilai-nilai susila dan keagamaan. (Kendi Setiawan)