Jakarta, NU Online
Potensi tergerusnya identitas bangsa perlu diantisipasi dengan penguatan kesadaran bahwa Indonesia dibangun atas pondasi keberagaman. Salah satu keindahan bangsa ini yaitu terdapat jutaan seni budaya keagamaan, yaitu seni budaya yang terdapat kandungan nilai-nilai keagamaan.
Secara historis, seni budaya memang lekat dengan nilai-nilai keagamaan sebab entitas tersebut menjadi salah satu instrumen menyemayamkan (internalisasi) nilai-nilai agama. Sebab itulah, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam hal ini Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan (LKK) memandang perlu dalam menginventarisasi dan memetakan seni budaya keagamaan yang ada di Nusantara.
Untuk menindaklanjuti langkah tersebut, Puslitbang LKK menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional Seni Budaya Keagamaan pada tahun 2015 lalu. Kegiatan strategis ini diikuti oleh lembaga-lembaga terkait seperti Pusat Arkeologi Nasional, Pusat Arsip Nasional, Pusat Sejarah, Lembaga Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan lembaga di bawah Ditjen Kebudayaan, seperti Direktorat Cagar Budaya, Direktorat Sejarah, Dinas Kebudayaan Provinsi, serta para pakar seni budaya keagamaan.
Rakernas ini, diantaranya bertujuan untuk: pertama, memperkuat komitmen Pemerintah, Masyarakat, dan pegiat seni budaya keagamaan untuk mengembangkan, melestarikan, dan merevitalisasi seni budaya keagamaan Nusantara. Kedua, membangun kesamaan pemahaman dan persepsi tentang strategi penelitian, pengembangan, konservasi/preservasi, dan revitalisasi seni budaya keagamaan Nusantara.
Ketiga, menjalin kerjasama (penelitian dan kerja kolaboratif) dalam penelitian, pengembangan, pelestarian, revitalisasi, sosialisasi, dan pemanfaatan seni budaya keagamaan, dan keempat, tukar-pikiran dan pengalaman dalam pelaksanaan tusi pengembangan dan revitalisasi seni budaya keagamaan.
Saat itu, Rakernas berhasil menyepakati sejumlah program/kegiatan kolaboratif dalam penelitian, pengembangan, konsultasi, konservasi, dan revitalisasi seni budaya keagamaan Nusantara. Diantaranya adalah kesepakatan:
Pertama, urgensinya untuk menginventarisasi atau mengidentifikasi seluruh bentuk (genre) seni budaya keagamaan yang terdapat di wilayah Nusantara (Indonesia, dan negara tetangga berbahasa Melayu). Dalam konteks ini, pemetaaan terhadap budaya Nusantara (cultural mapping) menjadi program niscaya yang harus diwujudkan bersama dalam upayanya mengetahui, memahamidan menyaksikan berapa banyak/jumlah seni budaya Nusantara umumnya, dan seni budaya bernuansa keagamaan khususnya.
Kedua, perlunya melakukan kegiatan integratif dan kolaboratif dalam penelitian, pengembangan, pelestarian, revitalisasi, dan sosialisasi seni budaya umumnya, dan seni budaya keagamaan khususnya. Kegiatan kolaboratif-integratif ini bisa diwujudkan, diantaranya, melalui program kelitbangan, konservasi dan pameran bersama atas dasar prinsip dan tujuan sama “Membangun Budaya Nusantara bagi Generasi Indonesia Mendatang”.
Ketiga, perlu Rakernas Seni Budaya Keagamaan secara rutin sebagai Bi-annual National Meeting, pertemuan dwiwarsa sebagai ajang atau media penyermatan perkembangan seni budaya Nusantara. (Fathoni)