Jakarta, NU Online
Sejak awal Agustus tahun ini, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan menerjunkan para peneliti ke 102 kabupaten/kota se-Indonesia. Mereka ditugaskan untuk melakukan Survei Nasional Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2018. Tahun ini menjadi tahun keempat pelaksanaan Survei Indeks KUB oleh salah satu unit eselon II di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Kapuslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Muharam Marzuki, menjelaskan survei serupa sebelumnya dilakukan pada 2015, 2016, dan 2017.
“Diadakan setiap tahun, karena Survei Indeks KUB menjadi program prioritas Kementerian Agama,” tegas Muharam saat pembekalan survei beberapa waktu lalu di Ruang Diskusi Perpustakaan Balitbang dan Diklat Lantai 4 Gedung Kemenag Thamrin, Jakarta, belum lama ini.
Kabid Litbang Bimas Agama, Aliran dan Kerukunan, Sholahuddin, menjelaskan bahwa Survei Nasional Indeks KUB Tahun 2018 ini menjangkau 34 provinsi, di mana masing-masing provinsi ditentukan tiga kabupaten/kota, yakni Ibu Kota Provinsi dan dua kabupaten/kota lainnya yang ditentukan secara acak.
Indeks Kerukunan Umat Beragama 2017 Berkategori Baik
"Di setiap provinsi, seorang peneliti bertugas mewawancarai 400 orang responden, dibantu 40 orang pembantu lapangan (enumerator)," kata pria asal Pemalang, Jawa Tengah ini.
Sementara itu, Raudatul Ulum, ketua pelaksana Survei, mengatakan di lapangan para peneliti diberikan kesempatan selama delapan hari. Kecuali wilayah yang termasuk kategori pedalaman dan terluar, diberikan waktu sampai sepuluh hari.
"Soal 400 responden, ini adalah jumlah yang cukup proporsional dan kompromis dengan anggaran yang ada. Hal ini sudah didiskusikan dengan pejabat Biro Pusat Statistik (BPS) dan bisa diterima," kata Ulum dalam rapat pembahasan Desain Operasional (DO) dan Instrumen Pengumpulan Data (IPD).
Pada kesempatan lain, konsultan penelitian kuantitatif, Farhan Muntafa, mengungkapkan bahwa instrumen survei tahun ini dianggap semakin ajeg, karena sudah diuji beberapa kali pada tahun 2017. Selain itu dari sekian tahun pelaksanaan, hasilnya dianggap reliable.
"Yang berbeda pada tahun ini, ada beberapa aspek kekinian yang ditambahkan dalam angket survei, di antaranya kasus pengeboman gereja di Surabaya yang menciderai KUB, Pilkada serentak, juga informasi keagamaan di media sosial," jelas Farhan. (Kendi Setiawan)