Helmi Abu Bakar
Kontributor
Pidi, NU Online
Pidie dalam tatanan kehidupan dan bermasyarakat di provinsi paling barat di Nusantara mempunyai peranan dan pengaruh yang sangat besar. Pidie menjadi 'nahkoda' dalam memajukan Aceh dan ini telah dirintis para tokoh dan ulama terdahulu bahkan tidak sedikit kuliner dan adat istiadat dan budaya populer masih menjadi tradisi masyarakat Pidie.
Salah satunya kala Ramadhan tiba. Di beberapa daerah, di hampir semua meunasah (surau) menyajikan wot ie bu kepada masyarakat setiap sore selama bulan Ramadhan. wot ie bu (bubur kanji) ini merupakan makanan khas buka puasa di Aceh dan hanya tersedia saat bulan Ramadhan.
Sudah menjadi adat istiadat bahkan terasa hambar apabila Ramadhan yang dilalui tanpa bubur kanji (ie bu). Proses tersebut biasanya dimasak oleh pengurus masjid sekitar pukul 13.30 WIB selama 1,5-3 jam. Sekitar pukul 16.30 WIB, anak-anak akan datang ke meunasah atau masjid sambil membawa wadah masing-masing.
Salah seorang budayawan Aceh yang juga putra Pidie, TA Sakti menyebutkan bahwa di Pidie jenis bubur kanji atau ie bu ada tiga macam, yaitu ie bu biasa, ie bu leumak, dan ie bu on kaye. Jenis yang sangat populer dewasa ini adalah ie bu biasa. Ia mudah dimasak dan tidak membutuhkan modal banyak. Cukup dengan beras, santan kelapa, garam, dan air bersih.
Jenis kedua adalah ie bu leumak (lemak) yang memerlukan lebih banyak bahan. Di antara bahan pokok yaitu minyak kelapa, kulit manis, bawang merah, serai, jahe, on teumeurui (daun kari), boh kaca kace (cengkih). Sudah pasti pula beras, santan kelapa, air bersih merupakan bahan utama.
Cara memasaknya adalah seperti orang syra’h eungkot (tumis ikan). Minyak kelapa dan bawang merah yang pertama dimasak. Kemudian baru santan dan beras. Sedang bahan-bahan lain baru dimasukkan ke dalam kuali setelah dibungkus dalam iniem u (upih kelapa).
Adakalanya dimasak seperti orang menumis daging, yaitu dengan menggiling semua bahannya. Jenis ie bu yang hampir sama dengan ie bu leumak adalah ie bu kanji. Bahan tambahannya hanyalah salah satu dari hal berikut ini, yaitu baik daging sapi, daging bebek, ayam jago, kepiting, atau udang.
Jenis yang ketiga disebut ie bu on kaye (bubur daun kayu). Dewasa ini sudah agak jarang dipraktikkan orang. Ie bu on kaye tidak menggunakan santan kelapa. Bahannya adalah beras, air bersih, dan 44 macam daun kayu. Dalam bahasa Aceh disebut on kaye peuet ploh peuet. Di Kabupaten Aceh Besar, sebutannya ie bu peudah.
Dari ketiga jenis tersebut ie bu lemak lebih banyak peminatnya dan kerap dijajakan saat Ramadan sebagai menu buka puasa. Proses memasaknya dalam belanga berukuran besar dan di atas tungku api. Bubur kanji ini fungsinya dua macam. Pertama, sebagai minuman segar bagi mereka yang buka puasa di rumah. Kedua, adalah sebagai minuman pelengkap bagi kaum Muslimin (orang laki laki) yang pada umumnya buka puasa di meunasah.
Salah satu gampong atau desa yang menyediakan wot ie bu berada di Gampong Lamkawe Kecamatan Kembang Tanjung, Kabupaten Pidie. Petugas meunasah yang menjadi koki, mengaduk adonan bubur kanji hingga matang.
Biasanya, sajian kaya rempah ini juga akan disuguhkan bersama beberapa menu lainnya. Di antaranya ayam dan udang nan gurih ditemani kecap lezat berbumbu khusus.
Ie bu disajikan sebagai menu takjil di hampir semua meunasah di Aceh. Untuk dapat menyiapkan ie bu otoritas setempat harus menggelontorkan dana yang tidak sedikit sekali masak. Tahun ini di Gampong Lamkawe Kecamatan Kembang Tanjung Pidie, tukang masak atau koki dinahkodai Junaidi. Ia menyatakan, untuk memasak kanji bisa menghabiskan 30-40 butir kepala untuk dijadikan santan. Garam yang diperlukan mencapai satu kilogram.
Junaidi sosok pria berkulit hitam manis itu mengatakan prosesi wot ie bu ini telah berlangsung lama di Aceh, terutama di Kabupaten Pidie. Selain sebagai minuman segar bagi mereka yang buka puasa di rumah. Juga menjadi menu 'wajib' sebagai minuman pelengkap bagi kaum Muslimin (orang laki laki) yang pada umumnya buka puasa di rumah dan meunasah bahkan para nenek menyuruh cucunya jelang Ashar untuk mengambil bubur kanji tersebut.
Tradisi wot ie bu di Lamkawe Kecamatan Kembang Tanjung juga Pidie secara umum sesudah lama. Sosok Junaidi menjadi koki khusus memasak kanji bubur kanji dipercayakan padanya sejak beberapa tahun yang silam.
"Bubur kanji rumbi itu sekilas tampak sama dengan bubur biasa lainnya. Namun untuk kanji rumbi yang satu ini, jelas berbeda, dari segi aroma dan rasa bubur kanji tersebut dijamin membuat yang mencicipinya pasti ketagihan," kata pria yang akrab disapa Wak Noi itu, Selasa (11/5).
Sementara itu, Edi Kurniawan salah seorang tokoh muda Gampong Lamkawe mengatakan bubur kanji atau wot ie bu kanji menjadi salah satu kuliner primadona di bulan Ramadhan yang disajikan sebagai bagian dari menu berbuka puasa. Kuliner ini juga sebagai salah satu tradisi setiap Ramadhan tiba termasuk di gampong kelahirannya.
"Penyajian wot ie bu atau bubur kanji rumbi ini umumnya di Aceh termasuk Pidie dan Lamkawe khususnya sudah menjadi tradisi yang kami lakukan setiap bulan Ramadhan. Menu ini sebagai salah satu sajian yang mampu memperkuat imun tubuh dengan bumbu terbuat dari sejumlah rempah-rempah, terlebih saat ini dalam pandemi Covid-19 sehingga cocok untuk dikonsumsi,” ujar pemuda yang baru saja meraih sarjana di STIS Ummul Ayman Meureudu itu
Tatapan wajah yang nampak kelelahan, namun masih menebarkan senyum, sang koki bubur kanji ala Lamkawe Junaidi atau Wak Noi dalam hawa panas menguar ke udara saat NU Online menemuinya sore itu. Bersama kepulan asap tipis yang menebar wangi rempah. Sosok pria itu, terlihat berkutat dengan masing-masing sendok kayu di tangan. Di hadapannya, wajan besi besar dengan api yang menjilat-jilat.
Pemandangan seperti ini terlihat sepanjang Ramadhan tiba di wilayah Kembang Tanjung Pidie termasuk Lamkawe.
"Itulah santapan primadona saban bulan puasa Ramadhan tiba. Diwariskan endatu dari generasi ke generasi dan lestari hingga kini di era milenial," papar Wak Noi sambil terus berjibaku dengan panas api sambil mengaduk dan meratakan bubur kanji yang hampir siap disajikan. Sore itu ia ditemani Nyak Thok alias Fitriadi penikmat setia bubur kanji ala Waknoi.
Saban hari sepanjang Bulan Ramadhan, masyarakat Lamkawe juga Kembang Tanjung, Pidie bahkan Aceh secara umum kala sore tiba, warga berduyun-duyun ke Meunasah Lamkawe yang terletak di jalan Sigli Kembang Tanjung dengan wadah di tangan. Mereka tertib mengantre kanji rumbi yang dituangkan sang koki. Ya, di tengah 'gempuran' makanan yang menawarkan citarasa masa kini, warga Lamkawe masih setia merawat kuliner tradisi endatu wot ie bu dan bubur kanji ala Waknoi.
Sudah pernahkah Anda menyantapnya? Pasti akan ketagihan alias teulom-teulom. Tidak percaya? Coba rasakan sekali saja.
Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua